“GiM KiTiK KiTiK KiK PiKi iRTiiX”, mungkin seperti itu ejekan yang dilontarkan pengguna yang bingung sekaligus kaget melihat hadirnya game Minecraft RTX. Dari segi grafis, Minecraft memang pada awalnya dikenal dengan visualisasi sederhana, dan tidak mengejar ‘realisme’ seperti game-game lain pada masanya. Meski akhirnya beragam shader dan texture mod/packs lahir untuk membuat Minecraft terlihat lebih realistik dan indah, image sebagai game yang ‘kotak-kotak’ tidak hilang.
Beberapa hari lalu, game yang luar biasa popular ini diumumkan mendapat dukungan real-time ray tracing renderer secara resmi, yang hadir sebagai versi Beta untuk pemilik Minecraft Windows 10/Bedrock Edition. Tentu, dengan dukungan Ray Tracing, pastinya pencahayaan yang ‘physically accurate‘ akan menjadi target yang hendak dicapai.
Pada artikel ini, kami ingin membahas aspek performa dari Minecraft RTX Beta, dan seperti apa beban yang diberikan bagi kartu grafis modern.
Sebagai catatan, kami tidak akan membahas aspek gameplay dan juga tidak akan banyak bereksperimen dari segi visual untuk menguji keindahan real-time ray tracing pada Minecraft , karena hal tersebut sudah dibahas rekan kami Pladidus dari JagatPlay.
GPU: Inno3D GeForce RTX 2060 SUPER iCHILL X3 Ultra
Storage: Galax HOF SSD 256GB SATA
PSU: Seasonic PRIME 750W Titanium
CPU Cooler: Noctua NH-C14
OS: Windows 10 64-bit, 1909 Update
Monitor: ViewSonic XG2401 24″ 1080p 144Hz
Lain-lain: Open Benchtable
Persiapan: Instalasi dari awal
Kami akan memulai dengan tahap instalasi, karena kami melihat bahwa proses instalasi Minecraft RTX Beta ini mungkin ‘tidak biasa’, dan bisa jadi ada pengguna yang baru kali ini mencoba Minecraft dan belum terlalu memahami langkah-langkahnya.
Kami mulai dengan keadaan clean install, dengan kondisi belum pernah menginstall Minecraft. Untuk bisa memainkan minecraft RTX Beta, Anda harus memiliki Minecraft Windows 10 (kami membelinya di Windows Store).
Saat Anda sudah memiliki/membeli Minecraft, jangan langsung men-download-nya dari Windows Store, karena ada beberapa langkah yang perlu Anda lakukan sebelum itu.
Install & konfigurasi di Xbox Insider Hub
Berikutnya Anda perlu download dan install sebuah app bernama Xbox Insider Hub dari Windows Store.
Masuk ke Menu Insider Content berikut ini:
Pada insider Content, pilih ‘Minecraft for Windows 10‘, lalu pilih Join
Setelah meng-klik ‘Join’, tunggu beberapa saat sampai sistem menunjukkan opsi ‘Manage‘, dan Anda perlu mengklik menu ini untuk melanjutkan
Pilih versi RTX Beta
Pilih ‘Minecraft for Windows 10 RTX Beta‘, dan klik ‘Done‘ & Accept .
Perhatikan bahwa game ini membutuhkan GeForce RTX2060 sebagai MINIMUM.
Download Minecraft dari Windows Store
Pada tampilan berikut, Anda tinggal memilih ‘Show in Store’ untuk masuk ke Windows Store dan memulai proses download dan instalasi.
Cek versi :
Setelah instalasi selesai dan Anda masuk ke dalam Minecraft, Anda akan menjumpai tampilan:
*klik untuk memperbesar
Pada bagian atas layar, umumnya Anda akan menjumpai versi 1.15.08 (versi beta saat artikel ini rilis), dan diikuti line [RENDERDRAGON] D3D12 RTX, yang menunjukkan kalau instalasi dan verifikasi hardware Anda sudah sudah berlangsung dengan benar.
GeForce GTX : TIDAK Didukung
*klik untuk memperbesar
Anda yang masuk ke versi Beta ini tanpa sebuah GeForce RTX, tidak akan bisa mengakses menu Ray Tracing
Versi Beta yang salah : 1.16
Kalau Anda salah memilih versi Beta, maka teks pada bagian atas layar akan menunjukkan versi 1.16.x, versi ini bukan versi RTX.
Persiapan Berikutnya: Download Ray Tracing Worlds
Ray Tracing di Minecraft hanya berjalan pada ‘Ray Tracing Worlds’. Anda bisa memulai Masuk ke Marketplace untuk men-download beberapa Ray Tracing Worlds (tersedia GRATIS)
*klik untuk memperbesar
*klik untuk memperbesar
Langkah selanjutnya, buka World Baru dengan RTX
*klik untuk memperbesar
*klik untuk memperbesar
Kami menggunakan World ‘Color, Light & Shadow RTX’ untuk sebagian besar pengujian kami.
*klik untuk memperbesar
RTX OFF vs RTX ON
Perbedaan RTX ON vs RTX OFF akan terlihat begitu kentara.
Di dalam game, Anda bisa menekan semicolon (;) untuk memilih mode Ray Tracing ON dan OFF secara real-time tanpa game restart.
Berikut visualisasi sederhana perbedaan yang massive antara keduanya :
RTX OFF
*klik untuk memperbesar
RTX ON
*klik untuk memperbesar
Jika Anda melihat dengan seksama, ada sebuah framerate counter yang menunjukkan angka 144 FPS saat RTX OFF, ini adalah framerate yang dihasilkan dari Vsync yang nampak selalu aktif (dan monitor kami adalah monitor 144Hz), lalu drop sangat jauh ke sekitar 40 FPS ketika RTX ON.
Baik saatnya mulai melakukan eksplorasi dan benchmarking!
Untuk pembahasan kali ini, akan sedikit berbeda karena bukan membahas laptopnya, tetapi Tim Jagat Review akan membahas NVIDIA GeForce MX350 yang merupakan graphics card yang didesain untuk laptop yang tipis berbasis GeFore GTX 1050 2 GB GDDR5.
GeForce MX Series ini sendiri umumnya digunakan untuk laptop tipis sebagai solusi pendongkrak kemampuan grafis yang lebih baik dibandingkan dengan yang menggunakan Integrated Graphics. Rating TDP dari GeForce MX Series yang rendah ini juga cocok untuk laptop tipis dengan pendingin yang tidak terlalu besar.
GeForce MX350 secara mengejutkan menawarkan peningkatan performa yang cukup signifikan dibandingkan pendahulunya, GeForce MX250, terutama di sektor Gaming. Bahkan peningkatan kemampuan yang ditawarkan tidak membuat bodi Laptop tipis menjadi membengkak. Seperti apa kinerjanya saat memainkan Game, bahkan Game AAA, dan di skenario Content Creation?
Sebelumnya, mari kita lihat dulu seberapa jauhnya perbandingan antara GeForce MX350 dengan pendahulunya, GeForce MX250. Dari sisi GPU, keduanya sama-sama Pascal, tetapi ada perbedaan yang cukup signifikan dari segi CUDA cores serta GPU Clock yang dimilikinya.
Sementara GeForce MX350 dengan GeForce GTX 1050 pada laptop, bisa dilihat seperti apa perbedaannya di tabel berikut ini:
Hasil Pengujian
Untuk menguji NVIDIA GeForce MX350 ini, kami menggunakan sebuah laptop yang telah mengusung GPU tersebut yang sayangnya belum boleh kami sebutkan untuk saat ini. Tapi spesifikasi laptop ini bisa dijabarkan sebagai berikut:
Prosesor: Core i5 1035G1
Memory/RAM: 8 GB (Dual Channel)
Storage: 512 GB SSD
Graphics:
NVIDIA GeForce MX350 2 GB GDDR5
Intel UHD Graphics
3DMark Fire Strike Graphics Score
Pengujian pertama kami menggunakan benchmark 3DMark Fire Strike, di mana kami menguji performa dari GPU MX350 yang kemudian kami bandingkan bersama dengan GeForce MX250 (dengan prosesor Core i5 10250U) dan GeForce GTX 1050 2 GB GDDR5 (dengan prosesor Core i5 7300H).
Hasil dari pengujian menggunakan 3DMark Fire Strike adalah sebagai berikut, dengan MX350 unggul dari MX250 hampir sekitar 1,48%:
Adobe Premiere CC 2020
Pengujian selanjutnya adalah dengan melakukan exporting video menggunakan software Adobe Premiere CC 2020, di mana skenario yang kami ambil adalah export dari format 4K ke 4K. Videonya sendiri berdurasi 2 menit 7 detik dengan kualitas 4K di 60fps.
Editing yang digunakan untuk proses export ini adalah Color Correction dan Video Layering, sementara export yang dilakukan adalah untuk ke YouTube 4K 60 fps dan Software Encoding dalam kondisi On. Akselerasi IGP Intel pada pengujian ini kami matika untuk bisa melihat sepenuhnya kemampuan akselerasi dari GeForce MX itu sendiri.
Hasilnya, GeForce MX350 mampu melakukan export selama 10 menit 54 detik, sementara perbandingannya GeForce MX250 membutuhkan waktu 11 menit 46 detik. Tidak berbeda jauh, memang, tetapi harus diakui bahwa MX350 sedikit lebih unggul dari MX250 dalam pengujian ini.
Tes Gaming
Pertanyaan selanjutnya yang kerap didapatkan ketika membahas sebuah laptop adalah: bisa dipakai untuk main game? Bisa saja, walau idealnya laptop tipis atau terjangkau umumnya tidak digunakan untuk gaming. Tapi tentu saja, pengujian gaming tetap kami lakukan karena, kenapa tidak?
Menggunakan setting tertentu, dan masih melakukan perbandingan antara MX350 dengan MX250, berikut hasil yang kami dapatkan:
Tidak hanya ketiga game di atas tersebut, kami juga turut menguji performa dengan dua game lainnya, Shadow of The Tomb Rider dan Assassin’s Creed Odyssey. Dua game ini biasanya kami uji sembari menggunakan eGPU Thunderbolt 3 karena cenderung “berat” dibandingkan game lain yang umumnya kami pakai sebagai pengujian performa. Hasilnya, bisa dilihat sebagai berikut:
Shadow Of The Tomb Raider
GeForce MX350 2 GB GDDR5 (Core i5 1035G1) Setting: 720P | Quality Preset – Low
• 40-50 FPS (terkadang turun sedikit ke 38-39 FPS)
Assassin’s Creed Odyssey
GeForce MX350 2 GB GDDR5 (Core i5 1035G1) Setting: 720P | Quality Preset – Low
• 40-50 FPS (notes: kadang masih turun sedikit di bawah 40 FPS tapi jarang terjadi)
Poin Menarik NVIDIA GeForce MX350
Berdasarkan dari hasil pengujian yang kami lakukan, harus diakui bahwa GeForce MX350 ini memiliki performa yang signifikan meningkat dibandingkan dengan pendahulunya. Lantas, poin menarik apa lagi yang membuatnya memang menarik? Pertama, performa Gaming dari MX350 jelas meningkat cukup signifikan, dan lebih siap untuk menjalankan Gaming di 1080p. Kemudian, GeForce MX350 ini masih akan siap untuk digunakan dalam skenario Content Creator seperti pendahulunya. Dan yang pasti, GeForce MX350 ini tidak membuat ukuran laptop akan membengkak karena didesain untuk laptop tipis dan ringan, tetapi masih memiliki performa yang sangat mumpuni.
Pembahasan lebih lanjut dan lengkap bisa disimak di video berikut ini:
Salah satu hal yang kerap menjadi pertanyaan untuk tim Jagat Review adalah bagaimana caranya untuk bisa merakit PC gaming yang mantap dengan bergantung kepada performanya. Tapi tidak sedikit juga yang menginginkan peracikan PC gaming dengan konsumsi daya lebih efisien dan hemat.
Untuk pembahasan kali ini, kami akan mencoba merakit PC gaming hemat daya dengan komponen berdaya rendah terutama di GPU, performa masih mumpuni untuk bermain game AAA kualitas 1080p, menggunakan GPU bukan IGP, dan cost masih terjaga.
Kenapa Konsumsi Daya Penting?
Ketika berbicara tentang PC gaming, terutama jika melihat dari aspek GPU atau graphics card, ada dua hal yang umumnya menjadi fokus utama: performa dan konsumsi daya. Tapi menurut kami di tim Jagat Review, ada satu hal lagi yang sebenarnya juga tidak kalah penting untuk dibahas, yaitu Performance per Watt, atau mudahnya power efficiency.
Komponen yang didesain untuk berjalan di performa tinggi, umumnya akan membutuhkan daya yang juga tidak kalah tingginya. Hal ini juga berlaku kebalikannya di mana komponen yang berjalan di performa rendah, daya yang digunakannya juga akan rendah. Yang menjadi pertimbangan di sini adalah bagaimana caranya untuk bisa menjalankan performa yang tinggi, namun dengan diimbangi bersama konsumsi daya yang rendah.
Mengapa demikian? Salah satu alasannya bukan hanya untuk menghemat tagihan listrik saja, tetapi bagaimana konsumsi daya rendah ini kemudian berhubungan sangat erat dengan panas yang perlu dibuang oleh perangkat. Hal inilah yang kemudian disebut sebagai Thermal Design Power, di mana TDP ini merupakan rating yang dibutuhkan untuk memperkirakan pendinginan yang dibutuhkan oleh komponen tertentu. TDP ini bukan angka pasti, tetapi sebagai bantuan untuk memperkirakan apakah kalibrasi sensor power dari sebuah komponen modern ini sesuai dengan limitasi TDP atau tidak. Berdasarkan dari pengertian tersebut, artinya GPU dengan rating TDP yang tinggi, umumnya akan cenderung memiliki panas lebih tinggi juga. Sementara komponen dengan TDP rendah bisa karena adanya form factor tertentu seperti misalnya cooling lebih kecil, atau regulator daya lebih ringkas.
Dalam pembahasan kali ini, tujuan kita adalah untuk mencapai power efficiency dengan mencari komponen TDP rendah tetapi masih memiliki performa yang memadai. Salah satu GPU yang akan kami bahas merujuk pada pembahasan efisiensi daya ini adalah GPU Inno3D GeForce GTX 1650 GDDR6 Compact.
Inno3D GeForce GTX 1650 GDDR6 Compact
Dari seluruh GPU yang hadir hingga saat ini, GTX 1650 merupakan GPU yang memiliki rating TDP rendah dan memiliki efisiensi daya yang baik, di mana hal ini bisa optimal jika TDP berada di range kecil.
Untuk Inno3D GeForce GTX 1650 GDDR6 Compact ini sendiri dipilih karena berbagai hal lainnya, seperti card yang mungil atau compact dengan dimensi 160 x 116 mm 2-slot dan single fan sekitar 9 cm, cocok untuk digunakan di Mini-ITX sekalipun. Slot output yang dimiliki terdiri dari 2x Display Port dan 1x HDMI, tanpa memiliki 6-pin power serta memiliki rating TDP maksimal 75W.
Seri GTX 1650 bukanlah GPU baru, di mana tipe ini telah dirilis pada tahun 2019 lalu. Tapi jika melihat dari informasi GPU-Z, GTX 1650 merupakan GPU dengan Turing paling kecil dengan kode nama TU117, dilengkapi Shader Unit 896. GTX 1650 ini dilengkapi dengan memory 4 GB dengan Bus Width 128 bit. Sebelumnya, GTX 1650 hadir dengan GDDR5, setelah akhirnya mendapatkan peningkatan ke GDDR6.
Boost Clock dari GTX 1650 GDDR6 sendiri sebenarnya lebih rendah dibandingkan dengan GTX 1650 GDDR5, dengan rated Boost berada di angka 1590Mhz. Tapi tentu saja, Boost Clock secara actual akan memiliki skor lebih tinggi. Dengan pengujian 3DMark Fire Strike Stress Test yang kami lakukan terhadap Inno3D GeForce GTX 1650 GDDR6 Compact ini memperlihatkan bahwa Boost Clock berada di angka kisaran 1620-1740 Mhz dengan rata-rata di 1686 Mhz.
GTX 1650 GDDR6 ini mungkin tidak familiar untuk pengguna PC desktop, tetapi lebih sering digunakan untuk laptop gaming dengan ukuran tipis. Dengan banyak digunakan untuk laptop gaming, maka GTX 1650 GDDR6 ini seharusnya memiliki efisiensi daya yang baik untuk bisa bekerja optimal di range low power up to 75W.
Apakah GTX 1650 GDDR6 ini cocok untuk dirakit bersama komponen lain untuk menghasilkan Pc hemat daya? Kita simak pembahasan selanjutnya, yaitu uji performanya.
Testbed
Dalam mengukur performa dari GTX 1650, dalam pembahasan ini, kami menggunakan Inno3D GeForce GTX 1650 GDDR6 Compact, adapun testbed yang kami gunakan terdiri dari:
Ryzen 3 3300X Turbo Disable, 45W
Chipset AMD B350 Micro ATX
2x8GB DDR4-3200CL16
256GB SATA SSD
PSU 450W
Menggunakan testbed di atas, kami bisa mendapatkan Idle Power dari PC rakitan ini berada di angka 40W. Sayangnya, kami tidak memiliki Mini ITX maupun PSU yang lebih kecil dari 450W untuk pengujian kali ini.
Selain menggunakan Inno3D, kami juga menggunakan GPU lain yang bisa menjadi pertimbangan untuk PC dengan konsumsi daya di bawah 150W sebagai berikut:
GTX 1050 Ti 4GB GDDR5
GTX 1650 GDDR5 4GB
GTX 1060 6GB
Untuk melihat seperti apa efisiensi daya yang dimiliki oleh seluruh GPU tersebut, kami mencoba untuk membandingkan hasil skor untuk 3DMark Fire Strike Graphics dengan Total System Power yang bisa dilihat lewat tabel di bawah ini.
Game besutan Kojima Production yang awalnya hadir untuk console PlayStation 4, Death Stranding, akhirnya datang untuk platform PC! Sebuah hal yang nampaknya juga membuat bingung sebagian orang, mengingat Death Stranding ini dibuat dengan menggunakan engine milik Guerrilla Studios, Decima Engine, yang notabene berada di bawah naungan Sony. Sehingga kehadiran Death Stranding ini bisa jadi adalah game berbasis Decima Engine pertama yang hadir untuk platform PC.
Ada beberapa keuntungan tersendiri untuk bermain Death Stranding di PC ketimbang di console, di mana para gamer bisa memaksimalkan pengalaman bermainnya dengan PC yang berspesifikasi tinggi, seperti resolusi 4K, Photo Mode, DLSS serta penggunaan monitor ultra-wide 21:9 (Cinematic).
System Requirements Death Stranding on PC
Death Stranding versi console hanya bisa berjalan maksimal di 30 FPS dengan resolusi 1080p di PlayStation 4 dan hingga 2160p di PlayStation 4 Pro. Sementara di PC, Death Stranding ternyata bisa menggunakan sistem PC kelas menengah untuk bermain di resolusi 1080p 30FPS. Lebih lengkapnya, berikut system requirement yang direkomendasikan untuk bisa bermain Death Stranding dengan lebih nyaman:
1080p, 30 FPS:
Windows 10
Quad-core i5-4460 atau Ryzen 5 1400
GPU GTX 1050 Ti/RX 570 4GB
RAM 8 GB
HDD 80 GB
DirectX 12
1080p, 60 FPS:
Windows 10
Core i7-3770 4C8T atau Ryzen 5 1600 6C12T
GPU GTX 1060 / RX 590
RAM 8 GB
HDD 80 GB
DirectX 12
Testbed untuk Death Stranding PC
Mengacu kepada system requirement yang disarankan untuk bermain Death Stranding, maka kami pun membangun testbed sendiri untuk bisa menguji secara langsung, dengan spesifikasi yang kami gunakan kali ini sebagai berikut:
GPU: INNO3D ICHILL GeForce RTX 2060 SUPER GDDR6 8 GB
GPU: INNO3D GTX 1650 (untuk sistem PC kelas menengah bawah)
Ryzen 3 3100 4C8T
Motherboard B350
RAM DDR4 2x8GB
Monitor resolusi 4K
Sebagai informasi, pengujian terhadap testbed untuk Death Stranding versi PC ini dibuat untuk mendapatkan detil visual, opsi grafik, dan tentunya performance & resources usage.
Ketika bermain gaming, ada pertanyaan yang kerap diperbincangkan bahkan diperdebatkan perihal framerate. Topik ini tidak sekedar membahas soal apakah framerate tinggi penting ketika bermain game atau tidak, tetapi topik ini sebenarnya bukanlah hal yang sederhana malah cenderung kompleks untuk pembahasan yang lebih mendalam.
Pengaruh framerate yang lebih tinggi terhadap gaming, terutama level esports, adalah pembahasan kami kali ini. Layar dengan refresh rate tinggi sendiri pun sudah semakin mudah diperoleh, bahkan laptop jaman sekarang pun sudah memilikinya. Pertanyaannya, apakah benar, kalau refresh rate tinggi dan fps tinggi itu membuat gamer bisa lebih mudah memenangkan pertandingan?
Testbed – GPU Colorful iGame RTX 2080 Ti
Untuk pengujian tersebut, kami menggunakan testbed dengan spesifikasi berikut ini:
Graphics Card: Colorful iGame GeForce RTX 2080 Ti Advance OC
CPU: Ryzen 3 3300X (Turbo Disabled, 45 W)
Display: Monitor gaming 144 Hz
RAM: DDR4-4000CL 2x 8 GB
Storage: SSD 1 TB NVMe
PSU: 1200 Watt
Untuk membahas tentang framerate dan hubungannya dengan gaming, kami pun memberikan contoh kali ini dengan menggunakan Colorful iGame Geforce RTX 2080 Ti Advance OC, yang merupakan GPU paling kencang di muka Bumi saat ini. GPU ini memiliki rated boost clock di 1635 Mhz dengan TDP 280W, temperature tertinggi di 70 derajat Celcius pada boost 1800 Mhz.
Overview Performa PC Testbed
Menggunakan PC testbed yang kami gunakan kali ini bersama dengan GPU Colorful iGame Geforce RTX 2080 Ti Advance OC, kami menguji langsung sejumlah game tanpa menggunakan benchmark 3DMark. Semua game yang kami uji coba ini memiliki kualitas minimal 1080p dan termasuk dalam Competitive Gaming.
CSGO (Very Low): 500+ FPS
Valorant (1080p Rata Kanan): 300 FPS
PUBG (1080p Medium): hampir 200 FPS
COD Warzone (1080p High Default): 140-170 FPS
Jadi, terlihat sangat jelas bagaimana testbed yang kami gunakan kali ini lebih dari cukup untuk bisa mendukung pembahasan soal Framerate dan hubungannya dengan Competitive Gaming kita kali ini.
Apa Itu Framerate?
Dari sudut pandang game dan PC-nya, framerate ini bisa dijelaskan sebagai seberapa banyak frame yang di-update atau ditampilkan per detik pada sebuah game. Secara mudahnya, banyak yang menyebut istilah ini sebagai FPS atau Frame per Second. Tidak hanya itu saja, FPS ini juga terkadang masih terikat dengan variabel seberapa sering logik pada game, psikis game, hingga input polling dilakukan.
Bagi sebagian besar gamer, semakin tinggi nilai FPS yang didapatkan, maka biasanya pergerakan di dalam sebuah game akan terlihat semakin halus. Batas bawah FPS yang dinilai masih bisa ditoleransi umumnya ada di angka 30 FPS, dengan batas nyaman di sekitar 60 FPS dan High Framerate berada di atas 120 FPS lebih.
Apakah 60 FPS Itu Penting?
Untuk mereka yang lebih sering menonton konten video atau film, umumnya tidak akan mempermasalahkan FPS tinggi, berbeda dengan yang menggunakannya untuk bermain game. Hal ini dikarenakan ketika menonton video atau film, mereka tidak membutuhkan adanya User Input, hanya perlu menonton saja tanpa ada perlu aksi dari si penontonnya secara langsung di dalam film atau video tersebut. Sementara ketika bermain game, jelas ada User Input tertentu yang akurasinya akan tergantung dari seberapa besar framerate, misalnya melakukan aiming atau tracking menggunakan mouse di game shooter.
Secara garis besarnya, framerate rendah ketika bermain game akan menyebabkan gambar terlihat lebih “patah-patah”, di mana akan menyebabkan beberapa kekurangan tersendiri misalnya presisi dari gerakan mouse akan lebih terganggu pada frame rate rendah dikarenakan “interval” gerakan mouse pada FPS rendah akan lebih besar.
Saat ada gerakan yang relatif lebih cepat di layar pada framerate rendah, berbagai objek selain area fokus juga akan terlihat lebih banyak efek “ghosting”. Efek ini membuat ketika pengguna tengah melakukan pergerakan di dalam game, akan terlihat masih ada “sisa” pergerakan frame yang belum tuntas, yang disebut secara resmi sebagai Pixel Persistence. Sehingga, framerate tinggi ini akan membantu pengguna atau gamer untuk melakukan presisi dan mengurangi efek ghosting tersebut.
FPS vs Frametime
Jika kita tahu bahwa FPS itu adalah Frame per Second atau Frame per Detik, maka Frametime adalah waktu pemprosesan satu buah frame selesai diproses. Konversi Frametime sendiri konteksnya berada di ms, di mana hitungannya 1000 ms/FPS.
Dalam 30 FPS, 1 frame membutuhkan waktu proses sekitar 33 ms Frametime, 60 FPS sekitar 16.7 ms Frametime, 120 FPS di 8.3 ms Frametime, dan 240 FPS membutuhkan waktu 4.1 ms Frametime.
Secara sederhananya dalam pembahasan input latency, semakin tinggi FPS atau rendahnya Frametime yang dibutuhkan untuk melakukan proses, maka akan lebih cepat juga waktu yang dibutuhkan untuk input bisa diproses ke response.
Apakah ini artinya, semua game seharusnya berjalan di 120 FPS untuk bisa mendapatkan input latency yang lebih baik tersebut? Di konteks gaming, belum tentu, dikarenakan ada game yang membutuhkan timing tertentu untuk bisa berjalan dengan lancar, seperti misalnya tipe game fighting yang sudah fix berada di 60 FPS, dan ada juga game yang secara spesfik di-tune untuk berjalan di 30 FPS secara konstan (contoh: Death Stranding).
Namun demikian, untuk game yang lebih baik berjalan di FPS tinggi ini, umumnya ada pada tipe game dengan genre First Person Shooter yang terlihat lebih jelas seperti apa manfaat dari kegunaan high-framerate, baik game first person shooter story-based, atau competitive multiplayer battle royale.
FPS vs Refresh Rate (hz)
Lantas, apa bedanya FPS dengan Refresh Rate? Secara umum, refresh rate ini yang istilahnya digunakan untuk sebuah monitor, merupakan proses di mana monitor tersebut menggambar hasil dari image yang diproses oleh PC tersebut.
Lewat ilustrasi yang kami berikan pada gambar di atas, sedikit menjelaskan bagaimana refresh rate ini memiliki hubungan terhadap FPS, di mana idealnya besar FPS pada PC harus berbanding lurus dengan besar refresh rate pada monitor untuk mendapatkan hasil gambar dan visual feedback yang paling maksimal.
Kondisi yang biasanya terjadi ketika Framerate memiliki angka yang lebih besar dibandingkan dengan Refresh Rate, adalah fenomena yang disebut sebagai Screen Tearing. Hal ini terjadi karena banyaknya frame yang diproses oleh game sementara monitor belum selesai memproses refresh image tersebut untuk bisa memberikan hasil yang lebih mulus, sehingga terlihat seperti ada frame yang “tersangkut” saat melakukan pergerakan di game.
Namun secara unik, ketika game berjalan di FPS yang sangat tinggi, screen tearing ini memang tidak hilang tetapi terlihat “lebih halus” karena terminimalisasi dari begitu tingginya FPS yang terjadi.
Untuk mencegah screen tearing ini, bisa dilakukan dengan menyalakan V-SYNC sehingga GPU dan game akan terlimitasi untuk mengeluarkan frame saat monitor melakukan refresh, di mana hal ini akan lebih cocok dilakukan pada game yang bukan competitive game. Namun menyalakan V-SYNC ini akan menambahkan input latency sehingga banyak juga para gamer competitive kurang menyukai fitur ini ketika dipakai bermain game.
Sayangnya, V-SYNC ini sendiri bukanlah solusi optimal untuk competitive gaming. Tapi bisa diakali dengan menggunakan G-SYNC pada sistem NVIDIA. Dengan menyalakan G-SYNC ini, maka sistem ini memungkinkan monitor untuk membaca framerate yang dihasilkan oleh GPU, sehingga monitor pun bisa menyesuaikan refresh rate sesuai dengan framerate yang dikerjakan oleh GPU. Sistem ini juga akan meminimalisasi terjadinya tearing dan input latency tidak bertambah.
Untuk pembahasan yang lebih lengkap dan jelas, simak selengkapnya pada video tentang FPS sebagai berikut:
Sebelumnya, kami pernah membahas tentang graphics card hemat daya dengan menggunakan Inno3D GeForce GTX 1650 GDDR6. Dan untuk pembahasan kali ini, masih tetap PC kencang yang hemat daya, tetapi kali ini menggunakan GPU berperforma tinggi, yaitu Inno3D GeForce RTX 2060 Super iChill X3 Ultra.
Apakah graphics card performa tinggi juga bisa ditingkatkan power efficiency-nya? Mari kita simak dalam pembahasan PC Kencang Irit Daya kali ini!
Testbed
Untuk pengujian PC kencang hemat daya kali ini, kami menggunakan testbed dengan spesifikasi berikut ini:
Graphics Card: Inno3D GeForce RTX 2060 Super iChill X3 Ultra
CPU: Ryzen 3 3300X (Turbo Disabled, 45 W)
Motherboard: Chipset B550
RAM: DDR4-3200 2x 8 GB
PSU: 450 Watt
Pengujian terhadap testbed yang kita gunakan kali ini dengan menggunakan benchmark 3DMark Fire Strike, dan Tuning Power Efficiency dengan Afterburner.
Standar (Power Limit 100%)
Power Limit 80%
Power Limit 120%
Tuning Power Curve Manual (Undervolt, 0.75V, 1500 Mhz)
Tuning Power Curve Manual (Undervolt, 0.70V, 1400 Mhz)
Untuk rekap hasil dari 3DMark Per Watt, bisa dilihat dari tabel berikut ini:
Berdasarkan tabel di atas, berbeda dengan di GeForce GTX 1650 GDDR6 di mana power efficiency meningkat ketika kita melakukan overclocking. Pada graphics card hidh performance seperti GeForce GTX 2060 Super, overclocking justru akan membuat power efficiency turun. Dan sebaliknya, mengatur graphics card agar bekerja di performa lebih rendah, tetapi di tingkat performa yang masih terbilang sangat memadai, malah membuat power effiency meningkat.
Untuk melihat bagaimana caranya melakukan tuning performa menggunakan power curve, bisa dilihat di video berikut:
Uji Performa – Death Stranding
Untuk uji coba performa berikutnya, kami menguji dengan bermain game Death Stranding, dengan hasilnya bisa dilihat sebagai berikut:
Standar (Power Limit 100%)
Standar (Power Limit 100%) – V-Sync ON
Power Limit 80% – V-Sync ON
Tuning Power Curve Manual (Undervolt, 0.70V, 1400 Mhz) – V-Sync ON
Tuning Power Curve Manual (Undervolt, 0.70V, 1400 Mhz) – V-Sync ON – DLSS Quality
Kesimpulan
Jadi, apakah GPU high performance bisa dipakai untuk PC kencang hemat daya? Jawabannya, bisa. Terbukti bahwa tuning untuk meningkatkan power efficiency pada graphics card high performance sangat bisa untuk dilakukan dengan berdasarkan hasil pengujian yang kami lakukan kali ini.
Tapi sebagai catatan, GPU Power yang kami tampilkan di screenshot hanya menunjukkan daya untuk graphics card saja, bukan total sistem secara keseluruhan. Tuning yang bisa dilakukan untuk setiap graphics card tentu saja akan berbeda satu dengan yang lainnya, tergantung dari berbagai hal yang mempengaruhi, sehingga hasil yang didapatkan di artikel/video kali ini bisa saja berbeda dengan yang bisa dicapai unit graphics card lain dengan GPU yang sama. Selain itu, konsumsi daya juga bisa saja sedikit berbeda walaupun setting dan konfigurasi yang digunakan sama dengan yang dicatat pada artikel/video ini.
Di review kali ini, kami akan membahas mengenai produk ASUS TUF Gaming GeForce RTX 3080 . Ini merupakan versi custom dari Nvidia GeForce RTX 3080 yang dihadirkan oleh ASUS.
Tentunya ASUS memberikan beberapa diferensiasi pada kartu grafis customnya yang satu ini. Baik dari sisi spesifikasi perfroma maupun desain dan fitur-fitur yang ditampilkan. Seperti apa ASUS TUF Gaming GeForce RTX 3080 ini secara keseluruhan, langsung saja simak review lengkapnya berikut ini.
Desain dari ASUS TUF Gaming GeForce RTX 3080 terlihat lebih nyentrik dibandingkan dengan versi standar Nvidia. Mulai dari ukuran, Fan, hingga eksterior lampu RGB.
ASUS TUF Gaming GeForce RTX 3080 memiliki Cooler yang besar dan panjang, yang ukurannya lebih panjang dari komponen utama. ASUS menyebut ukurannya mencakup 2.7 Slot.
Terdapat 3-Fan Massive Cooler yaitu (Axial-Tech Fan + Dual Fan Ball Bearings). Fan bagian tengah berputar dengan arah beda, diklaim mengurangi turbulence. Selain itu terdapat pula fitur Fan-stop, dimana Fan akan berhenti saat GPU masuk ke mode idle dengan suhu rendah, dan baru akan mulai menyala kembali di 55 °C.
Untuk interfacenya, terdapat beberapa port konektor diantaranya 2x HDMI 2.1, dan 3x DP 1.4a. Menariknya, terdapat switch dimana pengguna bisa mengatur mode pada GPU, yaitu Performance Mode atau Quiet Mode.
Bagi yang ingin mengontrol (sync/tune) lampu RGB AURASYNC yang tersedia, pengguna bisa mengaksesnya menggunakan aplikasi Armoury Crate app
Lalu untuk konektor GPUnya sendiri menggunakan 2x 8-Pin Power Connector. Ini berbeda dengan versi standar Nvidia yang menggunakan 12-Pin.
Pada dasarnya spesifikasi yang ditawarkan untuk ASUS TUF Gaming GeForce RTX 3080. Hanya saja terdapat beberapa perbedaan seperti pada clock speed yang ditawarkan. Default Boost clock yang ditawarkan pada perangkat ini yaitu 1785 Mhz. Sedikit lebih besar dibandingkan dengan versi standar Nvidia yaitu 1,71Ghz.
Di graphics card ASUS TUF Gaming GeForce RTX 3080 ini juga terdapat OC mode, dimana pengguna bisa meningkatkan performa clockspeed hingga 1815Mhz. Untuk mengakses OC mode ini, yaitu menggunakan software ASUS GPU Tweak.
Selain itu power limit pada kartu grafis ini juga lebih tinggi dibandingkan versi standar Nvidia. Yaitu 340W hingga 375W.
Software
ASUS TUF GAMING GeForce RTX 3080 dilengkapi dengan software pendukung yaitu GPU Tweak II. Di aplikasi GPU Tweak II, pengguna bisa mengakses beberapa pengaturan seperti performance tweaking, thermal control dan system monitoring.
Melalui aplikasi ini kita juga bisa menampilkan GPU Tweak OSD, yaitu sistem informasi pada berupa dashboard pada layar saat bermain game seperti FPS, GPU Clock, dan GPU Usage.
TestBed
Di pengujian review ASUS TUF GAMING GeForce RTX 3080 ini, kami menggunakan testbed yang diantaranya:
GeForce RTX 30-series terbaru, yakni GeForce RTX 3070 akhirnya resmi dirilis. Berikut ini adalah RTX 3070 besutan Gigabyte : Gigabyte RTX 3070 Gaming OC 8G. Dilihat dari namanya, nampak kalau GPU ini datang dengan konfigurasi pre-overclocked. Mari lihat spesifikasi-nya lebih dekat!
Spesifikasi
Spesifikasi RTX 3070 ‘Reference’
Berikut spesifikasi RTX 3070, dengan model Founders Edition(FE) Dari NVIDIA sebagai Acuan.
RTX 3070 hadir dengan konfigurasi shader unit yang lebih kecil dari RTX 3080, yakni 5888 unit. GPU dengan rating TDP 220W ini lalu dipasangkan dengan 8GB GDDR6 14Gbps (bukan GDDR6X 19Gbps) yang beroperasi dengan bus width 256-bit.
Tentu, sebagai anggota keluarga RTX 30-series, RTX 3070 tetap akan mendapatkan:
Ampere Architecture
2nd Gen RT Cores
3rd Gen Tensor Core
Walau datang dengan konfigurasi yang nampak ‘terpotong’ dari RTX 3080 ini, RTX 3070 diposisikan untuk memiliki performa sekelas, atau bahkan di atas GPU consumer Flagship NVIDIA Tahun 2018: GeForce RTX 2080 Ti !
Nah, seperti apa spesifikasi RTX 3070 dari Gigabyte?
Spesifikasi Gigabyte RTX 3070 Gaming OC 8G
*klik untuk memperbesar
Dibanding versi FE, nampak bahwa ada beberapa perbedaan utama dari VGA buatan Gigabyte ini, yakni Boost Clock Rating 1815Mhz(FE 1725Mhz) dan TDP/Power Limit Rating 270W(FE 220W).
Power limit yang diset lebih tinggi dari versi FE menyiratkan niat Gigabyte untuk memastikan bahwa RTX 3070 pre-overclocked buatan mereka bisa berjalan di clockspeed tinggi, minim penurunan clock karena power limit. Selain dari Power Limit dan rating boost clock, spesifikasi lain-nya identik.
(untuk melihat spesifikasi versi website Gigabyte, Anda dapat menuju link berikut ini)
Gallery
Mari lihat tampilan fisik Card-nya:
Tampak Depan & Belakang
Ukuran vs FE Card (bawah)
Fan: 3x 80mm Fan – Dengan FanStop
I/O : 2x DP 1.4a + 2x HDMI 2.1
Cooler berukuran besar Input power: 6+8-pin PCIe
Ruang Lingkup Pengujian & Testbed
Ruang Lingkup Pengujian
Selain melakukan analisis singkat terhadap clockspeed, suhu dan konsumsi daya,
sesi pengujian singkat kami kali ini akan difokuskan secara spesifik untuk menguji kemampuan Gaming dari RTX 3070, dan belum mempertimbangkan pengujian lain misalnya untuk content creator.
Resolusi Gaming-nya sendiri kami pilih pada 4K (3840×2160), karena nampak bahwa resolusi ini masih menjadi standar yang cukup berat untuk dipenuhi GPU modern.
Kami juga menyertakan data GeForce RTX 3070 FE sebagai pembanding.
Geforce RTX 3070 akhirnya datang! Seperti apa performa GPU yang kabarnya bisa bersaing dengan RTX 2080Ti ini? Apakah RTX 3070 akan jadi incaran karena performa ekstra tinggi untuk beragam aplikasi? Cek pengujian kami dalam pembahasan kali ini.
Desain dan Spesifikasi
MSI GeForce RTX 3070 Gaming X Trio 8 GB GDDR6 (14 Gbps) memiliki arsitektur Ampere dengan fabrikasi 8 nm, memiliki 5888 CUDA Core, Boost Clock Rating 1725 Mhz, Memory Bus 256-bit, Memory Bandwidth Rating 448 GB/s, serta memiliki TDP 220 W. Melihat dari GPU-Z, GPU ini dapat di boost up to 1830 Mhz yang merupakan pre-overclocked. TDP standar NVIDIA memiliki rating 220W, dengan boosting dari MSI sebesar 240W dan up to 250W.
Seri Gaming X Trio ini harus diakui memiliki ukuran fisik yang cukup besar, di mana terlihat dari perbandingannya dengan Founder Edition seperti pada foto berikut ini. Besar fisik dari MSI RTX 3070 dikarenakan terdapat pendingin MSI Tri Frozr 2 dengan 3 fan, lebarnya sendiri hampir 3 slot.
GPU ini memiliki mystic light RGB dengan heatsink dan heatpipe berukuran besar. Di sisi belakang terdapat backplate di mana kita bisa melihat konfigurasi decoupling capacitor. PAda bagian IO, nampaknya cukup standar dengan terdapat 3x Display Port 1.4a dengan 1x HDMI 2.1. GPU memiliki 2×8 pin PCIe di mana lebih dari cukup untuk 250W power, tetapi PSU rekomendasi seharusnya di range 650W.
Testbed Pengujian
Kami menggunakan testbed berikut untuk menguji MSI GeForce RTX 3070 Gaming X Trio:
Ryzen 9 3900X
Motherboard X570
DDR-43600 2x 8 GB
Sementara spesifikasi PC Built untuk testbed pada pengujian kali ini terdiri dari:
Prosesor: AMD Ryzen 5 3600
Motherboard: MSI B550 Tomahawk
RAM : Team T-Force Night Hawk RGB DDR4-3200 CL16 2x8GB
VGA: MSI GeForce RTX 3070 Gaming X Trio 8GB
SSD: Team T-Force Delta Max RGB 250GB
Case: MSI MPG Gungnir 110R
CPU Cooler: MSI MAG CoreLiquid 360R
PSU: MSI MPG A650GF 650W
Pada pengujian ini, kami menambah SSD A-DATA SX8200 1 TB NVMe Gen 3 dan M.2 to PCIe Adaoter for WiFi Module. Untuk setup, prosesor mendapatkan repaste dengan paster KPX, dan BIOS setting CPU 4.5 Ghz 1.37v (load 1.35v), Memory Try It ke 3600 18-22-22-42.
Video kali ini kami membahas tentang GeForce RTX 3080, di mana GPU ini sendiri dirancang untuk bisa menjalankan gaming di resolusi 4K. Tapi tidak sedikit juga yang mengatakan bahwa GPU ini terasa kurang “worth it” karena monitor 4K sendiri saat ini masih memiliki harga yang relatif tinggi dan belum bisa dinikmati oleh semua kalangan.
Tetapi bagaimanajika menggunakan 3 monitor FullHD? Tiga buah monitor Full HD bisa diperoleh dengan harga yang lebih murah dibandingkan 1 monitor 4K. Pengalaman main gamenya? Jelas akan sangat berbeda. Dalam video ini, kami akan menguji GPU ter-powerful saat ini, ketika dipakai bermain menggunakan tiga buah monitor Full HD tersebut.
Monitor yang kami gunakan terdiri dari tiga buah monitor ASUS TUF Gaming VG279QM, dengan testbed yang kami pakai terdiri dari:
Intel Core i5-10600K
Asus Proart Z490 Creator 10G
RAM DDR-4 3600 2x 8 GB
ASUS TUF Gaming GeForce RTX 3080 OC Edition
SSD M/2 NVMe PCIe 1 TB
HSF
PSU 750 Watt
Simak pengalaman serta pembahasan kami ketika menggunakan setup tersebut di video berikut ini:
Hari ini, Radeon RX 6000 series secara resmi dirilis sebagai penanda kembalinya AMD pada pasar kartu grafis kelas atas. Ya, tidak terasa sudah hampir 2 tahun berlalu sejak peluncuran Radeon VII – GPU consumer 7nm pertama dari AMD, sekaligus GPU kelas 600 USD-an AMD yang terakhir diluncurkan.
Sejauh mana produk yang ditawarkan AMD tersebut bisa menjawab kebutuhan para pengguna enthusiast di tahun 2020? Mari simak preview singkat AMD Radeon RX 6800 XT, salah satu dari GPU RX 6000 series yang diluncurkan pertama kali.
Radeon RX 6800 XT dibuat menggunakan proses fabrikasi 7nm dari TSMC, lalu datang dengan arsitektur baru yakni RDNA2, pengembangan lebih lanjut dari RDNA. RDNA2 sendiri merupakan arsitektur pertama dari AMD dimana mereka mengintegrasikan kemampuan untuk mengakselerasi real-time Ray Tracing, dengan adanya ‘Ray Accelerator‘ pada GPU ini.
1 Ray Accelerator per Compute Unit (total 72 RA pada RX 6800 XT)
BIG + FAST Compute Unit : 72 CU (4608 Shader) pada 2.25Ghz!
Sesuai dengan sebutan codename dari GPU ini yakni ‘Big Navi‘, GPU RX 6000 series dilengkapi jumlah Compute Unit(CU) yang besar.
Desain RDNA2 mengizinkan jumlah CU hingga 80 CU (5120 Shader Unit). Secara spesifik, RX 6800 XT memiliki 72 CU yang aktif (4608 Shader Unit).
Dibanding berbagai GPU AMD yang pernah rilis sebelumnya, RX 6800 XT terlihat mendapat peningkatan rating boost clock yang cukup massive. Radeon RX 6800XT memiliki rating Boost Clock pada angka 2250Mhz. Namun seperti biasa, clock GPU yang akan Anda dapatkan akan bervariasi sesuai dengan kondisi (GPU Load, Voltage, Current, Temperature,etc).
AMD sendiri memperkirakan pada RX 6800 XT, clock yang bisa Anda dapatkan akan ada pada kisaran 2015 Mhz (disebut ‘Game Clock’).
Memory: Tidak Lagi HBM, Sekarang 16GB GDDR6 ditambah 128MB Infinity Cache
Dari segi memori, sedikit berbeda dengan pendahulu-nya dari kelas high-end seperti Radeon VII dan juga Vega 64, RX 6800 XT sendiri merupakan GPU high-end AMD yang tidak dibekali Video RAM dengan tipe HBM, dan datang ‘hanya’ dengan 256-bit GDDR6 16Gbps sejumlah 16GB, dan ditemani penyertaan sebuah Cache sejumlah 128MB, yang diberi nama ‘AMD Infinity Cache‘.
16GB GDDR6 yang ada di GPU ini memiliki bandwidth sekitar 512GB/s. Termasuk tinggi, namun masih di bawah beberapa Graphics Card dengan GDDR6X.
AMD menyatakan bahwa mereka memilih untuk tidak menggunakan memory bus lebih lebar (seperti HBM, atau 320/384-bit bus) karena alasan efisiensi, baik dari segi memory controller, maupun dari segi power. Mereka memilih untuk menerapkan sebuah ‘global cache’ sebesar 128MB, yang diyakini memberikan effective bandwidth lebih besar.
Sebagai perbandingan, kompetitor AMD yakni NVIDIA lebih memilih penggunaan RAM GDDR6X dan bus yang lebih lebar.
Power Efficient, TDP masih 300W
Penggunaan desain dengan clockspeed tinggi ternyata tidak membuat RX 6800 XT menjadi boros. AMD tetap memberikan TDP Rating dari GPU pada 300W, setara dengan berbagai GPU pada kelas enthusiast generasi sebelumnya. Dengan ini, GPU RDNA2 diklaim memiliki peningkatan performance-per-watt sekitar 1.54x lebih baik dari RDNA1.
AMD sendiri menyarankan penggunaan PSU 750W bagi sistem berbasis RX 6800 XT.
Case: Tanpa Casing, OpenBenchTable(ambient monitored at 25 C)
OS: Windows 10 64-bit, version 2004
GPU – Versi Reference
GPU Radeon RX 6800 XT yang kami uji kali ini adalah versi GPU dengan desain ‘reference’ dari AMD
Cooler
PCB
Game Test List
Berikut ini performance test yang kami kerjakan pada GPU tersebut.
Kami menjalankan beberapa title game yang sering kami gunakan pada GPU test pada resolusi 4K (3840×2160), sedangkan untuk uji game dengan real-time Ray Tracing (DXR) kami jalankan pada resolusi 1440p (2560×1440)
Berikut performancenya:
Sintetis
Game (Raster – 4K)
Game – DXR 1440p
Kesimpulan (Sementara)
Berikut performa rata-rata game yang kami jalankan pada Radeon RX 6800 XT :
Dari data gaming performance di atas, terlihat bahwa Radeon RX 6800 XT akan memiliki performance pada game non-ray tracing sekelas dengan GeForce RTX 3080 Ampere, sedangkan performa-nya pada game berbasis DXR(directX ray tracing) sedikit di atas GeForce RTX 2080 Ti Turing, namun masih sedikit di bawah Ampere.
Dengan performa seperti ini, tidak sulit untuk melihat bahwa Radeon RX 6800 XT dapat menjadi alternatif menarik bagi para pencari GPU high-end. RX 6800 XT menawarkan banyak hal yang tidak dimiliki pendahulunya, mulai dari dukungan akselerasi Ray Tracing secara hardware, dukungan penuh API DX12 Ultimate, dan tentunya Performance dan Power Efficiency yang belum pernah ditemukan pada GPU AMD sebelumnya.
Kami masih akan melanjutkan berbagai testing RX 6800 XT (terutama fitur Smart Access Memory, dan juga uji overclocking), simak pengujian lengkapnya pada waktu mendatang – di JagatReview.com!
PS : Pada saat artikel ini rilis, AMD belum memiliki informasi seputar harga lokal, namun Suggested Retailer Price (SRP) bagi RX 6800 XT adalah 649 USD bagi model reference seperti yang kami uji.
Berbagai vendor akan menawarkan model reference ini, dan juga versi custom pada waktu mendatang. Informasi ini akan terus kami update.
Update 19 November 2020: HWBOT 3DMark Fire Strike Global First Place Record
Pada sesi uji overclocking singkat yang kami jalankan, RX 6800 XT nampak memiliki potensi untuk mendapatkan skor benchmark yang luar biasa kencang pada 3DMark Fire Strike (bisa dilihat pada uji sintetis di atas), dibantu dengan sedikit overclocking GPU dan juga CPU yang kencang, kami berhasil mencatatkan rekor (Global First Place) HWBOT 3DMark Fire Strike :
RAM: G.Skill TridentZ Royal DDR4-4000 CL15 2x8GB (set to DDR4-3800 CL14)
GPU: AMD Radeon RX 6800 XT reference
PSU: Corsair AX1200i
CPU Cooler: Kingpincooling T-REX Prototype LN2 Pot (on Liquid Nitrogen)
GPU Cooler: Stock
Setting GPU pada Radeon Software Performance Tuning Control Panel
GPU Max Frequency: set to 2650Mhz
Fan Speed: 100%
Power Limit : 15%
Keterangan tambahan:
2650Mhz hanya merupakan setting Boost Clock MAKSIMAL pada card, clock actual saat load bisa lebih rendah karena ada Power Limit
Driver Tesselation setting di-modifikasi dari driver untuk di-set pada DISABLED. Rule untuk HWBOT Ranking MENGIJINKAN driver tesselation setting untuk dimodifikasi pada AMD Radeon Card, namun skor ini tidak bisa masuk ke ranking 3DMark Hall-of-fame karena Hall-of-Fame membutuhkan driver setting default. HWBOT ranking dan 3DMark Hall-of-Fame ranking memiliki rule yang berbeda
Yang didinginkan dengan LN2 pada setup di atas HANYA CPU (untuk mencapai clockspeed 5.4Ghz, dengan suhu -90 C), GPU menggunakan stock cooling
Skor ini dinyatakan sebagai rekor HWBOT pada tanggal 18 November 2020.
AMD Radeon RX 6000 series merupakan seri GPU terbaru yang diluncurkan AMD. Pada saat perilisan, ada dua model GPU RX 6000 yang hadir, yakni Radeon RX 6800 XT, dan Radeon RX 6800. Dua model GPU ini menandakan kembalinya AMD pada lini kartu grafis high-end, sejak Radeon VII yang dirilis pada 2019 Februari lalu, dan juga hadirnya arsitektur GPU baru dari AMD yakni RDNA2, yang mendukung sejumlah fitur modern seperti hardware-accelerated Ray Tracing.
Sesi pengujian yang kami jalankan beberapa waktu lalu pada Radeon RX 6800 XT menunjukkan bahwa GPU ini memiliki potensi performa yang cukup menarik, dengan performa mendekati sebuah GeForce RTX 3080 pada 4K Gaming (tanpa ray tracing). Performa 6800 XT pada beberapa game dengan DirectX Ray Tracing (DXR) di resolusi 1440p juga tidak buruk, sedikit lebih baik dari sebuah GeForce RTX 2080 Ti, GPU consumer ex-flagship NVIDIA.
AMD Radeon RX 6800 XT (reference model)Average – 4K Game (Rasterization, Non Ray-Tracing)Average – 1440p DXR Game
Salah satu faktor yang mendukung performa Radeon RX 6000 adalah penggunaan arsitektur RDNA2. Pada artikel ini, kami ingin membahas arsitektur tersebut lebih dekat.
RDNA2 – Basis dari Radeon RX 6000 Series
GPU RDNA2: Pengembangan Dari RDNA1
‘Sejarah’ RDNA
Desain RX 6000 series didasarkan pada arsitektur RDNA2, sebuah pengembangan lebih lanjut dari RDNA lama (‘RDNA1’) yang ada di Radeon RX 5000 series (RX 5700 XT dan RX 5700 contohnya).
RDNA (‘Radeon DNA’) sendiri membawa perubahan desain yang cukup besar dari desain GCN(‘Graphics Core Next’) sebelumnya, terutama pada metode eksekusi instruksi-nya. Secara sederhana, pada sebuah skenario tertentu dimana GPU berbasis GCN lama membutuhkan 4x clock cycle untuk eksekusi, GPU berbasis RDNA bisa melakukan hal tersebut dengan hanya 1x clock cycle – ini salah satu faktor yang membuat IPC (instruction per cycle) pada GPU berbasis RDNA meningkat dibandingkan dari GPU AMD berbasis GCN.
RDNA2 memiliki banyak kesamaan dengan RDNA1, terutama dari sisi eksekusi instruksi ini. Yang membuat RDNA2 jauh lebih kencang dari RDNA1, adalah berbagai optimalisasi pada aspek penting, seperti:
Adanya dukungan untuk sejumlah fitur grafis next-gen (hardware-accelerated Ray Tracing, Variable-rate shader, etc)
Target Jumlah Compute Unit yang JAUH lebih tinggi dari RDNA1
Clockspeed Tinggi TANPA mengorbankan Efisiensi Daya
Optimalisasi Memory Performance dengan Caching (‘Infinity Cache’)
RDNA2 Feature : Ray-Tracing dan dukungan DX12 Ultimate
Compute Unit & Ray Accelerator
*Diagram RDNA2 Compute Unit – klik untuk memperbesar
Satu hal yang menjadi highlight pada RDNA2 tentunya adalah adanya hardware tambahan pada RX 6000 series untuk melakukan akselerasi real-time Ray Tracing. AMD menyebut unit ini sebagai ‘Ray Accelerator‘, ada 1 Ray Accelerator Per Compute Unit pada GPU berbasis RDNA2 (total 72 Unit pada sebuah 6800 XT).
Ray Tracing, Ray-Triangle Intersection & BVH
Perlu diketahui, pada skenario rendering dengan real-time ray tracing, salah satu proses yang paling banyak memakan waktu adalah kalkulasi untuk identifikasi dimanasebuah ray akan melakukan ‘contact’ dengan object / triangle tertentu. Untuk itu, para developer mencari solusi pintar untuk melakukan hal ini, salah satunya dengan algoritma BVH (Bounding Volume Hierarchy).
Tanpa masuk ke detail yang lebih jauh lagi, BVH akan mempercepat perhitungan ray-triangle intersection ini dengan menciptakan sebuah struktur untuk membagi area objek ke sebuah ‘box’ tertentu, dan proses mencari ray intersection dilakukan secara sistematis dari ‘box’ yang paling besar ke ‘box’ paling kecil seperti dilihat pada ilustrasi sederhana berikut:
Karena renderer tidak perlu menguji semua triangle pada objek tertentu, proses pencarian ray-triangle intersection menjadi jauh dipersingkat dengan algoritma BVH . Yang jadi tantangan selanjutnya : perhitungan algoritma BVH (a.k.a ‘BVH Traversal’) ini masih memberi beban siginifikan pada GPU !
Proses mencari ‘ray-triangle intersection‘ dengan BVH ini sangat memakan waktu mengingat object dalam game biasanya terdiri dari ribuan triangle atau lebih, dan menurut beberapa dokumentasi, kalkulasi ini bisa memakan ribuan instruksi per ray. Mengingat GPU sudah cukup ‘sibuk’ dalam menangani proses shading sebuah scene, kalkulasi BVH pada GPU akan memberikan penalti performa yang besar, dan penurunan framerate yang berpotensi membuat game-nya tidak playable.
Adanya hardware khusus(dedicated) untuk membantu proses ray-intersection ini akan sangat memberikan peningkatan performa yang signifikan.
Sama halnya dengan NVIDIA yang memiliki ‘RT Core’ sejak arsitektur Turing, sekarang akhirnya AMD menawarkan akselerasi ini lewat ‘Ray Accelerator’ mereka. Saat artikel ini rilis, RX 6000 series akan bisa menggunakan Ray Accelerator ini untuk mempercepat Game/Aplikasi yang kompatibel dengan API DirectX Ray Tracing(DXR), walau tidak menutup kemungkinan nantinya akan ada dukungan untuk akselerasi yang menggunakan metode ray tracing lainnya (seperti Vulkan Ray Tracing).
Dukungan DX12 Ultimate
Satu nilai lebih dari RDNA2 yang tidak dimiliki pendahulunya (baik GCN maupun RDNA1) , adalah dukungan feature set dari API DirectX terbaru, yang disebut DirectX 12 Ultimate. GPU berbasis RDNA2 ini juga disebut-sebut nantinya akan memiliki dukungan atas DirectStorage API (Detail awal mengenai DirectStorage API dapat Anda temukan pada Microsoft berikut ini)
DirectX Ray Tracing nampak menjadi highlight dari fitur DX12 Ultimate untuk memberikan peningkatan kualitas visual. Namun fitur seperti Variable Rate Shader sudah mulai terlihat menunjukkan potensinya untuk memberikan peningkatan performa dengan shading lebih ‘pintar’.
Dari diagram di atas bisa terlihat beragam unit yang terdapat di dalam GPU berbasis RDNA2, yakni
Dengan die size sebesar 519 mm2, sebuah Chip Radeon RX 6000 (‘Navi 21’) memiliki hingga 80 Compute Unit (CU)
Pada RX 6800 XT unit yang aktif adalah 72 CU. Jumlah ini hampir 2x yang terdapat pada chip mainstream RX 5700 XT.
1 CU berisi64 Shader unit (a.k.a ‘Stream Processor’ atau ‘Radeon Cores’), sehingga 6800 XT yang memiliki 72 CU disebut memiliki 4608 Shader
1 Ray Accelerator per CU, sehingga 6800XT memiliki 72 unit Ray Accelerator.
Total 256-bit Memory Bus, dengan tipe memory GDDR6 (16Gbps)
Berbeda dengan GPU sebelumnya, AMD memberikan 128MB ‘Infinity Cache’, sebuah Last-level Cache pada GPU ini untuk memberikan memory performance lebih baik.
Display output mendukung HDMI 2.1, dan Display Port 1.4 dengan DSC(Display Stream Compression) – untuk dukungan Display 8K
Multi-media engine di RX 6000 series mendukung 8K AV1 Decode, dan juga 8K HEVC Encode
RDNA2 – GPU dengan Desain Clockspeed Tinggi
Berikutnya, yang menjadi salah satu aspek penunjang performa tinggi pada RX 6000 series adalah kemampuan GPU berbasis RDNA2 untuk dioperasikan pada clockspeed tinggi, dengan konsumsi daya masih terjaga. AMD menjelaskan bahwa mereka bisa melakukan clockspeed tinggi ini dengan melakukan berbagai tuning di level micro-architecture, pipeline rebalancing, dan juga mekanisme clock gating yang lebih menyeluruh.
Secara umum, AMD mengklaim bahwa GPU RDNA2 bisa mendapatkan frekuensi 1.3x GPU RDNA1 pada Daya yang sama.
Base – Game – Boost Clock
Base Clock, ‘Game’ Clock, dan Boost Clock
Seperti generasi RX 5000 series sebelumnya, ada 3(tiga) buah rating clockspeed yang digunakan AMD untuk GPU Radeon mereka:
Base Clock : Clock yang tercapai saat very heavy load
‘Game’ Clock : Clock saat di-load dengan game umum
Boost Clock: Clock Batas Atas, umumnya tercapai pada load ringan, pada saat GPU tidak menemui power limit, dan kondisi suhu memungkinkan
Pada halaman spesifikasi resmi Radeon RX 6800 XT , AMD akan memberikan rating 2015Mhz Game Clock, dan 2250Mhz Boost Clock. AMD terlihat tidak menyebutkan Base clock di sini, namun ini wajar karena kami jarang menemui kondisi beban load realistik dimana GPU sampai turun ke level base clock.
Penggunaan berbagai penamaan clock Ini bisa saja sedikit membingungkan bagi pengguna, namun perlu diingat bahwa clockspeed GPU modern akan bervariasi bergantung pada kondisi dan load, dan kami akan membahas karakteristik GPU ini lebih mendalam pada bagian analisis.
Memory : Tidak Lagi HBM, AMD Gunakan 256-bit GDDR6 + Infinity Cache
GPU High-end AMD selalu dikenal menggunakan teknologi memori mutakhir untuk memaksimalkan memory bandwidth, ini bisa dicapai dengan penggunaan tipe memori tertentu, atau memory bus width yang lebar.
Radeon RX 6800 XT adalah GPU high-end pertama dari AMD yang tidak menggunakan HBM, dan memilih strategi implementasi unik : kombinasi 256-bit GDDR6 dengan sebuah Cache yang besar (dinamai AMD Infinity Cache).
Memory di RX 6800 XT – 8 Chip GDDR6(rating 16Gbps), total 16GBCache hierarchy pada RX 6800 XT
Cache pada GPU modern bukan sebuah hal baru. GPU dari beberapa generasi lalu sudah terlihat menggunakan cache dengan berbagai implementasi dan level, cukup umum untuk melihat Level 1(L1) dan Level 2(L2) Cache diimplementasikan, walau umumnya cache ini jumlahnya kecil (L1 biasanya dalam ratusan KB, L2 dalam satuan MB), karena pertimbangan cache ini akan beroperasi pada clockspeed GPU, dan juga desainer GPU perlu menjaga supaya die space yang dialokasikan untuk cache tidak terlalu besar.
Penggunaan cache dengan ukuran besar umumnya dihindari karena die space ini biasanya lebih baik digunakan untuk menambah berbagai processing / shader unit, namun AMD melihat bahwa alokasi die space untuk Cache berukuran besar ini berpotensi memberikan peningkatan performa yang signifikan.
Pada Radeon RX 6800 XT, AMD memberikan 128MB Infinity Cache yang terhubung dengan GPU melalui infinity fabric, dan cache ini beroperasi pada clockspeed hingga 1.94 Ghz(Bisa turun secara dinamis untuk menghemat daya, tapi clock infinity cache ini tidak bisa dikontrol user).
Perlu dicatat juga bahwa ukuran 128MB yang besar ini bisa diimplementasikan dengan die space minimal karena AMD ‘meminjam’ desain cache high-density seperti yang digunakan pada CPU server AMD EPYC.
Implementasi Infinity Cache memiliki setidaknya 3 kelebihan :
Effective bandwidth per watt lebih besar, 2.4x lebih besar dari penggunaan 256-bit GDDR6
Pemberian Infinity Cache mendukung kebutuhan bandwidth besar dari GPU dengan Frekuensi tinggi
Average Memory Latency lebih kecil
GDDR6 : 512GB/s , Infinity Cache : 1664GB/s
Perlu diketahui RX 6800 XT sudah menggunakan 256-Bit GDDR6 pada 16Gbps (2000Mhz), menghasilkan bandwidth efektif sekitar 512GB/s. Namun penambahan Infinity Cache ini memungkinkan effective bandwidth hingga 1664 GB/s. Perlu dicatat, Angka ini bisa jadi merupakan nilai rata-rata, karena cache performance akan sangat dipengaruhi oleh cache hit rate. Besarnya cache hit ratio ini akan berbeda bergantung pada skenario dan aplikasi yang digunakan, sehingga bisa saja ada game tertentu yang menunjukkan peningkatan performa luar biasa besar, sedangkan ada yang menunjukkan peningkatan performa biasa-biasa.
Penambahan Infinity Cache ini merupakan satu aspek dari arsitektur RDNA2 yang memberikan peningkatan performance per clock signifikan.
RDNA2 : Hadirkan Performance-per-Watt Lebih Baik
Secara keseluruhan, AMD mengklaim bahwa RDNA2 bisa memberikan:
Performance-per-clock lebih tinggi per Compute Unit (salah satunya karena Infinity Cache)
Clockspeed lebih besar
Penggunaan daya lebih kecil per clock cycle
Ketiga hal di atas membuat GPU RDNA2 memiliki performance-per-watt yang jauh lebih baik, sekitar 1.54x lebih tinggi dari RDNA1 generasi sebelumnya.
Salah satu faktor yang perlu dipertimbangkan saat memilih GPU high-performance adalah konsumsi daya-nya. Umumnya GPU dengan performa tinggi akan cenderung memiliki konsumsi daya besar.
Berikut data konsumsi daya dari GPU RX 6800 XT yang menggunakan RDNA2 :
Konsumsi Daya Total Sistem – 3DMark Fire Strike Ultra
3DMark per Watt
Dari data ini terlihat bahwa konsumsi daya GPU RX 6800 XT yang menggunakan arsitektur RDNA2 cukup terjaga, bahkan efisiensi daya-nya cukup mengagumkan – bisa melebihi NVIDIA RTX 30-series ‘Ampere’.
TDP Rating: masih 300W untuk RX 6800XT, Rekomendasi PSU 750W
Aspek performance-per-watt dari RDNA2 akan dipengaruhi juga oleh konfigurasi GPU, terutama konfigurasi clockspeed dan jumlah Compute Unit(CU). Tentu GPU dengan jumlah CU lebih besar akan berpotensi memiliki konsumsi daya lebih besar dari GPU dengan jumlah CU kecil.
Pada RDNA2 kelas atas yang memiliki 72 CU seperti RX 6800 XT, AMD memilih Power target (atau TDP Rating) untuk GPU ini ada di kelas 300W (‘300W’ ini didefinisikan sebagai ‘Total Board Power’ yang berarti ini menghitung semua komponen mulai dari chip GPU, chip GDDR6, dan berbagai komponen lain yang mengonsumsi daya pada card).
Sebagai perbandingan, sejumlah GPU AMD high-end generasi sebelumnya cukup juga banyak yang memilih nilai sekitar 300W sebagai power target, seperti Radeon RX Vega 64 (295W versi aircooled, 345W versi Liquid Cooled) dan juga Radeon VII (300W). Dokumentasi AMD juga sempat menyebutkan bahwa versi flagship RX 6000 series yakni RX 6900 XT yang memiliki 80 CU akan memiliki rating TDP 300W, sedangkan GPU versi cut-down seperti RX 6800 polos yang hanya 60 CU, diberi rating TDP 250W.
AMD merekomendasikan PSU dengan kapasitas:
750W untuk Radeon RX 6800 XT
650W untuk Radeon RX 6800
*perlu diketahui bahwa rekomendasi kapasitas PSU dari vendor ini bisa jadi dibuat dengan perhitungan headroom untuk komponen lain (misalnya prosesor), pertimbangan efisiensi PSU saat beroperasi (dimana umumnya PSU modern akan beroperasi paling efisien pada sekitar 50% load), dan kadang juga ini dibuat dengan asumsi bahwa PSU dengan kapasitas daya lebih besar akan didesain dengan kualitas komponen lebih baik dibanding PSU dengan kapasitas lebih rendah. Rekomendasi PSU umumnya BUKAN angka konsumsi daya maksimal sebuah VGA card.
Kesimpulan – RDNA2, Siap Untuk Masa Depan?
Arsitektur GPU RDNA2 yang digunakan oleh RX 6000 series nampak memberikan sejumlah peningkatan signifikan dari generasi sebelumnya, pada setidaknya 3(tiga) aspek :
Performance : Sanggup bersaing dengan GPU Nvidia RTX 30-series ‘Ampere’ yang sekelas
Efficiency : Unggul pada performance-per-watt
Feature : Siap untuk DX12 Ultimate dengan hardware-accelerated Ray Tracing
Sejauh ini, arsitektur AMDRDNA2 terlihat cukup kompetitif dan memberikan alternatif menarik bagi pengguna yang menginginkan GPU beperforma tinggi, siap bersaing dengan arsitektur NVIDIA terkini yakni Ampere.
Di sisi lain, NVIDIA dengan Ampere-nya masih punya 3 ‘senjata’ utama yang bisa mereka unggulkan : Performa lebih kencang pada skenario Real-time Ray Tracing, adanya unit khusus untuk kalkulasi AI/ Deep-Learning (‘Tensor core’) pada GPU RTX-series, dan juga dukungan Compute API CUDA yang relatif memiliki lebih banyak dukungan software content-creation, dibandingkan Compute API lain (OpenCL misalnya).
Akan menarik untuk melihat persaingan arsitektur GPU dari kedua kubu ini pada masa mendatang. Sampai saat artikel ini dirilis, produk yang ditawarkan dari AMD RDNA2 dan NVIDIA Ampere juga masih berada pada kelas high-end (500-600 USD++). Kami sendiri penasaran untuk melihat sejauh mana implementasi arsitektur GPU NVIDIA Ampere dan AMD RDNA2 bisa dilakukan pada kelas menengah ke bawah, dengan jumlah shader unit rendah.
Sampai jumpa pada pembahasan arsitektur GPU berikutnya di JagatReview 😉
Seri terbaru GeForce RTX 30-series ‘Ampere’ kembali hadir. Menemani GeForce RTX 3070 di kelas menengah ke atas, kali ini NVIDIA menghadirkan GeForce RTX 3060 Ti. Dibuat dengan basis chip GA104, RTX 3060 Ti diharapkan bisa membawa performa tinggi di kelasnya. NVIDIA bahkan mengklaim bahwa RTX 3060 Ti akan lebih kencang dari RTX 2080 SUPER yang diluncurkan dengan kisaran harga USD 699.
NVIDIA meminjamkan sebuah sampel unit GeForce RTX 3060 Ti Founders Edition(FE) untuk diuji di lab JagatReview, mari lihat GPU ini lebih dekat!
Gallery
Tampak Depan
Backside
IO Port (3x DP1.4 – 1x HDMI 2.1)
12-pin Power Connector (sejauh ini hanya digunakan oleh versi 3060 Ti FE)
12-pin to 8-pin adapter (tersedia dalam paket penjualan RTX 3060 Ti FE)
Spesifikasi – RTX 3060 Ti (versi Founders Edition)
GA104 Chip
Tabel Spesifikasi
Sama dengan berbagai GPU NVIDIA ‘Ampere’ lain-nya, RTX 3060 Ti dibuat dengan fabrikasi 8nm, Samsung 8N NVIDIA Custom. Chip yang digunakan di GPU ini adalah chip GA104, mirip dengan RTX 3070. Sesuai dengan segmentasi GPU ini yang ada di bawah kelas RTX 3070, 3060 Ti hadir dengan jumlah shader yang sedikit lebih kecil, yakni 4864 Shader unit (a.k.a CUDA Cores).
Spesifikasi lengkap dari jumlah processing block yang ada di RTX 3060 Ti adalah sebagai berikut:
Shader unit : 4864
SM count : 38
RT Cores : 38(2nd Gen RT Cores)
Tensor Core : 152 (3rd Gen Tensor Core)
Texture Unit : 152
ROP : 80
Clockspeed & TDP
Rating clockspeednya juga lebih rendah dari RTX 3070, ditetapkan pada 1665Mhz, walau perlu diingat ini bisa berganti-ganti bergantung pada load. Rating TDP yang diberikan pada seri 3060 Ti ini sedikit lebih besar dari keluarga RTX xx60 sebelumnya, RTX 3060 Ti diberikan rating TDP 200W (2060 Super ada di 175W)
RAM: 8GB GDDR6, 256-bit, 14 Gbps
Video RAM yang dipakai pada RTX 3060 Ti menggunakan konfigurasi serupa dengan RTX 2060 Super dan RTX 3070, yakni 8GB GDDR6, dengan rating 14Gbps (1750Mhz). Dengan memory bus 256-bit, theoritical bandwidth yang dimiliki 3060 Ti ada di 448GB/s.
GPU-Z
Menurut pembacaan BIOS pada GPU-Z, rating TDP pada RTX 3060 Ti Founders bisa ditingkatkan hingga 220W (ini bisa dilakukan melalui berbagai utility, Afterburner misalnya).
Arsitektur – GeForce RTX 30-series ‘Ampere’
NVIDIA – Gunakan 3 processing ‘block’ berbeda sejak RTX ‘Turing’
Seperti ditemukan pada GeForce RTX 1st Gen ‘Turing’ 20-series, secara umum ada 3 unit processing ‘block’ pada GeForce RTX, yakni:
Streaming Multiprocessor (SM)
RT Core
Tensor core
GeForce RTX 30-series seperti RTX 3060 Ti juga menggunakan desain 3 block serupa, bedanya ada beberapa bagian yang mengalami peningkatan.
Ampere SM – 2x FP32 Unit dibanding Turing + RT Core + Tensor Core Baru
‘2x CUDA Cores’
NVIDIA Ampere memiliki sedikit perubahan pada desain SM(streaming multiprocessor) mereka.
Yang tadinya setiap SM pada Turing itu bisa menangani 64 total concurrent INT + FP32 operation, SM pada Ampere memiliki sebuah tambahan datapath untuk bisa menangani 64 INT + 64 FP32, ATAU bisa juga menangani 64 FP32 + 64 FP32 (total 128 FP32 operation).
Ini yang membuat NVIDIA punya cara berbeda menghitung jumlah “CUDA Cores” (a.k.a shader unit) di Ampere. Yang Biasanya CUDA Cores di Pascal/Turing itu ada 64 unit per SM, di Ampere ini dihitung sebagai 128 Unit per SM, karena dengan jumlah FP32 operation yang ‘double’ sesuai penjelasan di atas.
Jadi sebuah Turing yang memiliki Total 68 SM per GPU seperti RTX 2080 Ti dihitung memiliki ‘4352 CUDA Cores’, sedangkan RTX 3080 yang juga memiliki 68 SM dihitung memiliki ‘8704 CUDA Cores’, terlihat lebih banyak di atas kertas.
NVIDIA mengatakan bahwa Ampere bisa memproses operasi FP32 ‘hingga 2x lebih cepat’ karena unit yang memprosesnya 2x lebih banyak, dan tentunya jumlah ‘CUDA Cores’ yang dihitung lebih banyak ini membuat perhitungan TeraFLOPS di RTX 30-series menjadi sangat fantastis (Hampir 30 TFLOPS pada RTX 3080, dibanding RTX 2080 Ti yang hanya memiliki kisaran 13 TFLOPS-an), TAPI ini TIDAK selalu membuat Ampere akan selalu lebih cepat dari Turing sampai 2x-nya hanya karena perhitungan Teraflops-nya tinggi.
Graphics load pada game akan memiliki berbagai instruksi/operasi, tidak semuanya merupakan FP32 operation dan merupakan campuran dari berbagai operasi, sehingga ‘2x FP32’ yang dihitung NVIDIA ini tidak akan selalu membuat Ampere 2x lebih cepat dari Turing. Jadi, jangan hanya lihat jumlah ‘CUDA CORES’ saat membandingkan arsitektur Ampere dan Turing.
RT Core 2nd Gen & Tensor Core 3rd Gen
Selain kemampuan SM yang meningkat, RTX 30-series juga mendapatkan RT Core 2nd Gen, dan juga Tensor core 3rd Gen.
RT Core yang baru di Ampere ini diklaim bisa melakukan kalkulasi Ray/Triangle Intersection hingga 2x lebih banyak dari 1st Gen RT Core pada Turing, serta Tensor Core baru dengan dukungan berbagai tipe data seperti TensorFloat-32 / bfloat16 misalnya, dan juga diklaim memiliki throughput lebih besar berkat dukungan Neural Network Sparsity.
Kunci Performance – Concurrency
Salah satu kunci efisiensi dan performa tinggi dari GPU Ampere adalah kemampuan processing block-nya untuk menjalankan tugas secara simultan (concurrent). Pada kondisi tertentu, SM(shader) , RT Core, dan Tensor Core pada Ampere dapat beroperasi secara bersamaan.
DirectX 12 Ultimate adalah sebuah API(Application programming interface) yang merupakan pengembangan lebih lanjut dari DirectX 12, dan API ini akan ditargetkan untuk platform PC(windows 10), dan juga Xbox Series X sekaligus. Tentu, GeForce RTX 30-series termasuk 3060 Ti akan mendukung standar DX12 Ultimate ini.
Media Engine
Media engine pada RTX 3060 Ti sesuai dengan yang ada di RTX 30-series, dimana ada dukungan untuk melakukan encode/decode berbagai format video, hingga dukungan hardware decoder untuk untuk AV1 Decoding di resolusi 8K.
Ruang Lingkup Pengujian & Testbed
Ruang Lingkup Pengujian
Selain melakukan analisis singkat terhadap clockspeed, suhu dan konsumsi daya, sesi pengujian kami kali ini akan difokuskan secara spesifik untuk menguji kemampuan Gaming dari RTX 3060 Ti, dan belum mempertimbangkan pengujian lain misalnya untuk content creator.
Resolusi Gaming-nya sendiri kami pilih pada 4K (3840×2160) untuk game dengan non-ray tracing(rasterization) karena nampak bahwa resolusi ini masih menjadi standar yang cukup berat untuk dipenuhi GPU modern.
Sedangkan untuk game dengan real-time ray tracing, kami menggunakan resolusi utama pada 1440p (2560×1440).
Kami juga menyertakan berbagai data GPU pembanding seperti GeForce RTX 2080 SUPER FE dan RTX 3070 FE sebagai pembanding.
Kartu grafis terkuat AMD di tahun 2020 ini, Radeon RX 6900 XT akhirnya resmi dirilis. RX 6900 XT diposisikan sebagai produk flagship, dan akan menemani RX 6800 XT dan RX 6800 pada lineup terbaru GPU AMD yang dirancang dengan arsitektur baru RDNA2.
Pada peluncuran RX 6000 Series tanggal 18 November 2020 lalu, kami sudah memberikan sedikit preview singkat akan performa Radeon RX 6800 XT di JagatReview, dan kartu grafis ini nampak menunjukkan potensi yang cukup mengagumkan. Performa-nya pada 4K Gaming (skenario rasterization, non ray-tracing) cukup kompetitif dibanding GPU lain sekelas – walau masih sedikit di belakang RTX 3080 pada skenario real-time 1440p ray tracing.
Yang mengejutkan, Power Efficiency-nya dalam pengujian 3DMark-per-Watt kami menunjukkan hasil yang tertinggi dari semua GPU yang pernah kami uji.
Tidak lupa juga, GPU RX 6800 XT juga menunjukkan potensi performa tinggi pada beberapa skenario spesifik. Ini dibuktikan dengan dirinya sempat menduduki posisi pertama 3DMark Fire Strike Single GPU Ranking di database overclocking HWBOT.org, pada tanggal 18 November 2020 lalu – mengalahkan dominasi GeForce RTX 3090 untuk pertamakalinya !
Rekor 3DMark Fire Strike Single-GPU di HWBOT per tanggal 18 November 2020 lalu
Dengan RX 6800 XT terlihat begitu potensial, sejauh mana RX 6900 XT akan unggul? Mari kita simak bersama!
Spesifikasi
GPU-Z
Tabel Spesifikasi
Berikut spesifikasi dari RX 6900 XT dan RX 6800 XT :
Dilihat sekilas, RX 6800 XT dan RX 6900 XT memiliki perbedaan utama pada pada jumlah Shader Unit, dan segmentasi Harga, sedangkan variabel yang lain sama.
RX 6900 XT dan RX 6800 XT memiliki kesamaan dalam hal :
Fabrikasi 7nm dan Arsitektur RDNA2
Boost Clock Rating (2250Mhz Boost)
Memory Sistem : 16GB GDDR6 dengan Rating 16Gbps
TDP 300W (catatan: AMD juga mendefinisikan hal ini sebagai ‘Total Board Power’)
RX 6900 XT – Binned?
Satu hal yang menarik dari spesifikasi yang diberikan pada RX 6900 XT adalah bagaimana chip ini memiliki total Compute Unit / Shader unit lebih tinggi, dengan Rating Clockspeed dan Power Sama dengan 6800 XT.
Ini mengindikasikan bahwa chip RX 6900 XT sangat mungkin untuk memiliki tingkat binning lebih baik dari RX 6800 XT, karena berarti GPU yang lebih banyak shader unit-nya ini harus dioperasikan voltage lebih rendah untuk beroperasi dengan daya serupa pada clock sama.
Nampak bahwa salah satu nilai jual RX 6900 XT adalah chip ini merupakan chip ‘Navi 21’ dengan konfigurasi tertinggi, sehingga chip ini sangat mungkin juga memiliki kualitas terbaik dari sebagian besar chip yang diproduksi. AMD sendiri juga sempat menyebut ini pada press briefing yang mereka lakukan, dimana mereka menyebut bahwa RX 6900 XT sebagai ‘the most efficient parts‘ yang memiliki voltage-frequency curve lebih ideal dibanding RX 6800 XT.
Target : 4K Gaming
Dari berbagai dokumentasi yang kami baca seputar RX 6000-series, terlihat bahwa produk ini ditujukan untuk menghadapi skenario 4K Gaming.
Sebagai catatan tambahan, seluruh pengujian kami akan dilakukan pada sebuah desain yang kita sebut sebagai ‘reference design’ buatan AMD. Sedikit berbeda dengan desain GPU NVIDIA versi ‘reference’ (a.k.a ‘Founders Edition‘) yang hanya dijual khusus pada NVIDIA Store, beberapa vendor kartu grafis akan menawarkan model reference dari 6900 XT dan 6800 XT ini.
Tentu saja, model Custom dengan desain khusus masing-masing vendor akan tersedia juga, model custom ini nantinya kemungkinan akan menawarkan factory overclocked specs, Cooler yang lebih baik, Power Limit lebih tinggi, dan berbagai optimalisasi lain (Sayangnya kami belum berhasil mendapatkan versi Custom dari RX 6800 XT untuk perbandingan saat artikel ini rilis).
Satu aspek yang menjadi inti dari kartu grafis RX 6000-series adalah penggunaan RDNA2, sebuah arsitektur baru yang menjanjikan sejumlah fitur baru, dan juga peningkatan performance-per-watt.
Kami pernah membahas RDNA2 ini cukup lengkap pada sebuah artikel, dan kami sangat menyarankan Anda untuk membaca artikel ini untuk informasi lebih lengkap seputar GPU AMD RX 6000-series.
Ruang Lingkup dan Metode Pengujian
Daftar Pengujian
Berikut beberapa topik yang akan dibahas pada pengujian kali ini:
Mengingat RX 6900 XT dan 6800 XT menggunakan arsitektur baru RDNA2, akan menarik untuk melihat cara kerja chip grafis ini dibandingkan generasi sebelumnya. Untuk itu kami akan melakukan berbagai analisis, misalnya melakukan logging Clockspeed/ Voltage/ Power/ Temperature dengan bantuan beberapa software deteksi seperti GPU-Z dan HWINFO saat GPU sedang di-load. Sebagian besar load-nya sendiri akan menggunakan skenario yang terkontrol seperti benchmark sintetis 3DMark (bagian ‘Stress Test‘).
Performance Test – Game
Tentu penggunaan benchmark sintetis seperti 3DMark belum cukup untuk memberikan gambaran performa secara lengkap, dan pengujian Gaming akan dibutuhkan. Berikut kami menjalankan:
8 skenario Game yang sering kami pakai di pengujian GPU (dengan rendering tradisional tanpa real-time ray tracing, disebut juga ‘Rasterization’) pada resolusi 4K (3840×2160)
4 skenario Game yang menggunakan Real-time Ray Tracing dengan DirectX Ray Tracing (DXR), pada resolusi 1440p (2560×1440)
Catatan tambahan :
Pengujian performa saat GPU RX 6800 XT rilis hanya dilakukan pada konteks gaming, karena beberapa skenario GPU Compute (dengan API OpenCL misalnya) untuk akselerasi aplikasi content creation belum bisa dilakukan. Kami akan memberikan update tersendiri jika hal ini dimungkinkan pada masa mendatang.
GeForce RTX 3090 merupakan seri tertinggi dari lini produk GeForce RTX 30-series ‘Ampere’. NVIDIA menyebutkan bahwa GeForce RTX 3090 begitu powerful, hingga mereka memberinya gelar ‘The World’s First 8K Gaming GPU‘, yang sanggup menjalankan Game pada resolusi 8K (walau di kondisi ini DLSS harus aktif). Dengan potensi performa tinggi, harganya pun tidak main-main. GPU yang rilis resmi tanggal 24 September lalu ini dihargai cukup premium dengan kisaran mulai USD 1499 (versi reference ‘Founders Edition’).
NVIDIA GeForce RTX 3090 Founders Edition
Seperti berbagai GPU NVIDIA lainnya, RTX 3090 akan datang dengan Versi ‘reference’ dari NVIDIA (disebut ‘Founders Edition’), dan juga versi custom dari berbagai AIB(Add-in Board) partner. Versi custom ini biasanya dilengkapi solusi cooling yang lebih baik, dan bisa juga mendapat konfigurasi pre-overclocked dengan boost clock dan Power Limit lebih tinggi.
Kali ini, telah hadir sebuah GeForce RTX 3090 versi custom besutan MSI, yakni MSI GeForce RTX 3090 Gaming X Trio 24G. Graphics Card ini memiliki desain dan bentuk fisik cukup identik dengan MSI GeForce RTX 3080 Gaming X Trio 10G yang pernah diuji sebelumnya di lab JagatOC :
Dimensi dan Tampilan 3090 & 3080 Gaming X Trio cukup serupa
Kami akan melakukan serangkaian pengujian dan analisis pada MSI GeForce RTX 3090 Gaming X Trio di sesi review singkat ini – mari simak bersama!
Tampilan Fisik
Box
Card (front)
Card (backside)
Decoupling / Bypass Capacitor
Display I/O ( 3x DP 1.4a, 1x HDMI 2.1)
Anti-Bending Support Bracket
Cooler – TORX FAN 4.0
Cooler – Heatsink & Heatpipe
NVLink Bridge connector
3×8-pin PCIe Power Connector
RGB – MSI Mystic Light
Spesifikasi
Mari lihat spesifikasi card ini, saat dibandingkan dengan versi ‘reference’ (FE)
Tabel Spesifikasi – Reference
GPU-Z : MSI GeForce RTX 3090 Gaming X Trio 24G
Graphics Card RTX 3090 versi custom dari MSI ini dilengkapi spesifikasi yang sedikit lebih tinggi dari spesifikasi dasar NVIDIA, yang berbeda adalah:
Rating Boost Clock (NVIDIA di 1695Mhz, MSI Gaming X Trio di 1785Mhz)
Power Limit RTX 3090 dari NVIDIA ada di 350W, MSI Gaming X Trio diberikan 370W, dan bisa ditingkatkan ke 380W.
Jumlah shader unit dan juga Rating Memory-nya sama dengan spesifikasi NVIDIA, MSI RTX 3090 Gaming X Trio memiliki 10496 Shader Unit, dan memory-nya menggunakan 24 GB GDDR6X 19.5 Gbps. Chip RTX 3090 dibuat berdasarkan chip GA102, yang dibuat dengan fabrikasi Samsung 8N NVIDIA Custom.
Seperti versi 3080-nya, MSI RTX 3090 Gaming X Trio dilengkapi dengan konektor daya 3×8-pin PCIe, pilihan desain ini nampaknya wajar mengingat rating TDP / Power Limit dari GPU ini diberikan pada 370W. MSI sendiri menyarankan penggunaan PSU dengan rating minimal 750W untuk GPU MSI RTX 3090 ini.
Catatan : ‘2x CUDA Cores’
NVIDIA Ampere memiliki sedikit perubahan pada desain SM(streaming multiprocessor) mereka.
Yang tadinya setiap SM pada Turing itu bisa menangani 64 total concurrent INT + FP32 operation, SM pada Ampere memiliki sebuah tambahan datapath untuk bisa menangani 64 INT + 64 FP32, ATAU bisa juga menangani 64 FP32 + 64 FP32 (total 128 FP32 operation).
Ini yang membuat NVIDIA punya cara berbeda menghitung jumlah “CUDA Cores” (a.k.a shader unit) di Ampere. Yang Biasanya CUDA Cores di Pascal/Turing itu ada 64 unit per SM, di Ampere ini dihitung sebagai 128 Unit per SM, karena dengan jumlah FP32 operation yang ‘double’ sesuai penjelasan di atas.
Jadi sebuah Turing yang memiliki Total 68 SM per GPU seperti RTX 2080 Ti dihitung memiliki ‘4352 CUDA Cores’, sedangkan RTX 3080 yang juga memiliki 68 SM dihitung memiliki ‘8704 CUDA Cores’, terlihat lebih banyak di atas kertas.
NVIDIA mengatakan bahwa Ampere bisa memproses operasi FP32 ‘hingga 2x lebih cepat’ karena unit yang memprosesnya 2x lebih banyak, dan tentunya jumlah ‘CUDA Cores’ yang dihitung lebih banyak ini membuat perhitungan TeraFLOPS di RTX 30-series menjadi sangat fantastis (Hampir 30 TFLOPS pada RTX 3080, dibanding RTX 2080 Ti yang hanya memiliki kisaran 13 TFLOPS-an), TAPI ini TIDAK selalu membuat Ampere akan selalu lebih cepat dari Turing sampai 2x-nya hanya karena perhitungan Teraflops-nya tinggi.
Graphics load pada game akan memiliki berbagai instruksi/operasi, tidak semuanya merupakan FP32 operation dan merupakan campuran dari berbagai operasi, sehingga ‘2x FP32’ yang dihitung NVIDIA ini tidak akan selalu membuat Ampere 2x lebih cepat dari Turing. Jadi, jangan hanya lihat jumlah ‘CUDA CORES’ saat membandingkan arsitektur Ampere dan Turing.
Ruang Lingkup Pengujian & Testbed
Spesifikasi Testbed
Berikut spesifikasi PC yang kami gunakan untuk menguji:
Case: Tanpa Casing, OpenBenchTable(ambient monitored at 25 C)
OS: Windows 10 64-bit, version 1909
Ruang Lingkup Pengujian
Sesi uji singkat kali ini akan melingkupi:
Analisis – Boost Clock saat Load
Uji Temperature / Power
Uji Performa dengan Game 4K (rasterization) – dengan MSI RTX 3080 Gaming X Trio sebagai pembanding
Catatan – Tuning dengan MSI Afterburner
Semua tuning yang kami kerjakan di Graphics Card ini dikerjakan dengan tool MSI Afterburner.
Tuning yang bisa dilakukan cukup sederhana :
Power Limit Slider bisa digeser untuk power ekstra (hanya bisa sampai 102% karena card ini defaultnya 370W dengan Max 380W)
Lalu Core Clock bisa ditambah (offset) dari kondisi defaultnya. Perlu diingat penambahan clock 100Mhz pada slider belum tentu menghasilkan extra clock 100 Mhz juga karena bisa jadi ada faktor lain seperti Power Limit.
Memory Clock juga bisa di-offset, hanya saja Anda perlu tahu bahwa nilai penambahannya tidak dilakukan dalam satuan Mhz. Dengan kondisi 1219 Mhz sebagai nilai default GDDR6X (19Gbps), menambahkan nilai Memory clock hingga +500 di sini akan menghasikan clock memory yang naik hanya 62 Mhz saja hingga total menjadi 1281 Mhz (GDDR6X ~ 20.5 Gbps).
Tentu, Fan Speed bisa diatur sesuai keinginan. Batas wajar menurut kami adalah sekitar 1900-2000 RPM di 60%.
Pada pembahasan kali ini, kami akan membahas GeForce RTX 3080, tetapi bukan sembarang RTX 3080 biasa, karena kami akan membahas Colorful iGame GeForce RTX 3080 Vulcan OC di mana ini adalah RTX 3080 terkencang yang pernah diuji oleh lab Jagat Review saat ini.
Desain dan Spesifikasi
Colorful iGame GeForce RTX 3080 Vulcan OC merupakan graphics card berkode nama GA102 dengan fabrikasi 8 nm, 10 GB GDDR6X, CUDA 8704, dan TDP default 320 W dengan maksimal 340 W, tetapi ketika masuk ke dalam Turbo Mode default menjadi 370 W dan maksimal 400 W. Selain itu, graphics card ini memiliki Clock maksimal hingga 1800 MHz dan power suggestion 750 W.
Secara fisik, graphics card ini memiliki body yang besar dengan terdiri dari 3 Fan heatsiink, panjang 323 mm, dan lebar 3 slot. Bagian IO terdiri dari 3x DP 1.4 dengan 1x HDMI 2.1, sementara power connector terdiri dari 3x 8-pin. Aksesoris dari graphics card ini terdiri dari LCD 3.0 Display yang dapat flip hingga 90 derajat, serta RGB Lightning.
Testbed Pengujian
Untuk menguji Colorful iGame GeForce RTX 3080 Vulcan OC ini, kami menggunakan testbed utama sebagai berikut:
AMD Ryzen 9 3900X
Motherboard X570
RAM 2 x 8GB DDR4-3600 CL16
SSD 1TB NVMe Gen 3 x4
1200W PSU
Sebagai tambahan, kami juga menggunakan testbed dengan komponen sebagai berikut:
Hari ini, AMD mengumumkan kehadiran GPU baru untuk keluarga Radeon RX 6000 series, yakni Radeon RX 6700 XT. Berbeda dengan seri Radeon RX 6800/6900 yang ditujukan untuk segmen 4K Gaming, Radeon RX 6700 XT nampak ditujukan untuk menangani gaming pada resolusi 1440p (2560×1440) di AAA Single-player Games maupun Competitive Multiplayer games. Alasan pemilihan target 1440p ini salah satunya terjadi karena AMD melihat bahwa adopsi layar display dengan resolusi 1440p mengalami peningkatan besar dari tahun lalu, dan semakin banyak gamer yang menganggap resolusi 1440p ini sebagai resolusi ‘sweet spot’.
Tentunya, Radeon RX 6700 XT ini akan diposisikan untuk memiliki spesifikasi lebih rendah dari RX 6800/6900 series, dan membuat target resolusi 1440p lebih masuk akal.
Berikut ini beberapa detail yang diberikan oleh AMD saat press briefing Radeon RX 6700 XT – mari simak bersama!
6700 XT hadir dengan 40 CU (Compute Unit), yang berarti ekivalen dengan 2560 Shader Unit (a.k.a ‘Radeon Cores‘ / ‘Stream Processors‘). Nilai ini sekitar 2/3 dari RX 6800 polos, atau setengah Radeon RX 6900 XT.
Jumlah Video RAM yang diberikan pada GPU ini adalah 12 GB, dengan jenis RAM GDDR6. Infinity Cache kembali hadir pada 6700 XT dengan jumlah 96MB, sedikit lebih kecil dari 128MB yang diberikan pada RX 6800/6900. Belum ada informasi mengenai memory bus width, namun ukuran 12GB akan membuat kami berasumsi bahwa card ini akan memiliki bus width 192-bit, bukan 256-bit seperti yang ada di RX 6000.
Yang istimewa pada card ini adalah pemberian Clockspeed sebesar 2424Mhz, dan ini adalah rating ‘Game’ Clock, bukan Maximum Boost Clock. Berarti pada kondisi tertentu, card ini berpotensi mencapai clockspeed yang lebih tinggi lagi, dan rating Maximum boost clock-nya belum disebutkan AMD saat ini. Perlu diketahui, RX 6800 XT dan RX 6900 XT memiliki Game clock di sekitar 2Ghz, yang berarti clockspeed RX 6700 XT sekitar 20% lebih tinggi. Dan yang terakhir, AMD akan menargetkan card ini untuk beroperasi pada range TDP 230W.
Mengingat RX 6800 polos diberi rating TDP 250W dengan 60 CU, cukup mudah untuk melihat bahwa RX 6700 XT yang hanya memiliki 40 CU ini bisa menyentuh range 230W karena diberi clockspeed dan voltage cukup aggressive demi mencapai clockspeed tinggi, walau ini akan sedikit mengorbankan power efficiency per compute unit.
Perbandingan : Spesifikasi RX 6800/6900 series
Masih RDNA2 7nm, dukung Ray Tracing dan DX12 Ultimate
Sama halnya dengan RX 6800/6900 series, Radeon RX 6700 XT akan mengusung arsitektur grafis RDNA2.
Ini berarti RX 6700 XT akan mendukung seluruh persyaratan DirectX12 Ultimate, dan juga menghadirkan akselerasi Ray Tracing dengan Ray Accelerator.
New Driver Feature : Radeon Boost dengan Motion Adaptive Variable-rate Shader
Kehadiran RX 6700 XT nanti akan diikuti dengan sebuah fitur baru pada driver, yakni Radeon Boost dengan Motion Adaptive Variable Rate Shader.
Belum ada detail terlalu jauh mengenai hal ini, namun secara singkat, fitur ini akan meningkatkan performa game tertentu dengan API DirectX12, dengan cara mengurangi shading rate pada area tertentu saat terjadi gerakan yang cepat di layar karena input dari player(misalnya gerakan mouse yang cepat pada game FPS), dan shading rate akan kembali normal saat minim gerakan/input. Turunnya shading rate tentu akan menurunkan kualitas image, tapi karena ini hanya terjadi pada kondisi pada gerakan yang cepat, diharapkan turunnya image quality ini tidak terlalu mengganggu.
Diharapkan dengan fitur ini, gamer bisa mendapat boost FPS pada momen tertentu karena beban shader unit akan dikurangi dengan Variable Rate shader. Seberapa besar pengaruhnya tentu bergantung pada load di game. AMD sendiri sudah pernah mengimplementasikan Radeon Boost pada driver mereka yang lama, namun implementasi Radeon Boost-nya adalah dengan melakukan perubahan resolusi secara dinamis (dynamic resolution).
Berikut ini data preview performance dari RX 6700 XT. Perlu dicatat, ini adalah hasil testing dari AMD.
Competitive Games 1440p
AAA Games 1440p
AMD terlihat memposisikan card ini untuk bersaing dengan NVIDIA GeForce RTX 3070 pada skenario rasterization (non-Ray tracing).
Tersedia pada 18 Maret 2021 – dengan MSRP 479 USD
Baik versi ‘reference’ maupun custom design card dari berbagai partner AMD akan hadir pada 18 Maret 2021, dengan suggested price pada 479 USD.
Kami belum memiliki ketersediaan dan informasi harga lokal di Indonesia, perlu dicatat bahwa harga suggested price bisa saja berbeda dengan local pricing karena berbagai faktor.
Catatan seputar availability:
AMD nampak paham akan banyaknya pengguna yang resah dengan availability GPU yang begitu terbatas, dan mereka membuat statement berikut ini:
We hear, and understand, the frustration from gamers right now due to the unexpectedly strong global demand for graphics cards. With the AMD Radeon RX 6700 XT launch, we are on track to have significantly more GPUs available for sale at launch. We continue to take additional steps to address the demand we see from the community. We are also refreshing stock of both AMD Radeon RX 6000 Series graphics cards and AMD Ryzen 5000 Series processors on AMD.com on a weekly basis, giving gamers and enthusiasts a direct option to purchase the latest Ryzen CPUs and Radeon GPUs at the suggested etail and retail price.
AMD mengatakan bahwa mereka akan meluncurkan jumlah GPU yang jauh lebih besar dengan hadirnya 6700 XT ini dibanding seri RX 6800/6900, baik untuk penjualan GPU secara terpisah, maupun dengan kerjasama bersama para vendor DIY PC / OEM.
Sejalan dengan hadirnya dukungan AMD Smart Access Memory(SAM) atau PCIe Resizeable BAR pada RX 6700 XT, AMD juga memanfaatkan kesempatan ini untuk mengumumkan SAM tidak lagi ekslusif bagi Ryzen 5000-series, dan sekarang fitur tersebut juga akan hadir bagi bahwa Ryzen 3000-series (Ryzen 3rd Gen, Zen2 ‘Matisse’), tentu dengan update BIOS dari vendor motherboard.
Kami akan lebih banyak lagi membahas Radeon RX 6700 XT saat card tersebut hadir di lab kami, simak terus berbagai update-nya, hanya di JagatReview!
Awal Maret lalu, AMD mengumumkan Radeon RX 6700 XT, sebuah graphics card berbasis arsitektur RDNA2 yang diharapkan bisa memenuhi kebutuhan gaming para Gamer dan PC enthusiast. RX 6700 XT hadir melengkapi GPU RDNA2 AMD yang dirancang untuk memenuhi kebutuhan gaming pada resolusi 1440p (2560×1440), dimana RX 6800 series lebih ditujukan bagi segmen pengguna resolusi 4K. Di tengah kondisi shortage yang agak mengkhawatirkan dan kondisi dimana harga GPU cenderung melambung tinggi, dapatkah RX 6700 XT menjadi pilihan? Mari simak pengujian kami!
Spesifikasi & Arsitektur
Sekilas spesifikasi dan juga arsitektur dari RX 6700 XT sudah sempat kami ulas pada artikel yang sebelumnya.
Anda bisa membaca informasi tersebut lebih lengkap pada link di bawah ini.
Unit sampel review yang kami terima adalah sebuah card buatan AMD, atau yang umum disebut sebagai versi ‘reference‘. Saat rilis nanti, akan ada vendor yang menawarkan card dengan model seperti ini, dan ada juga yang akan menggunakan custom design mereka sendiri.
Berikut tampilannya :
The Card
Tampak Atas
I/O Ports (3x DP1.4a, 1x HDMI 2.1)
6+8-Pin Power (230W rated typical board power, Rekomendasi PSU 650W)
Ruang Lingkup dan Metode Pengujian
Daftar Pengujian
Pengujian kami kali ini agak sedikit lebih singkat dari biasanya karena keterbatasan waktu pengujian (dan banyaknya hardware yang sedang diuji secara bersamaan di lab saat RX 6700 XT datang). Dan mengingat kami juga baru mulai mengganti testbed GPU untuk menggunakan CPU Ryzen 9 5950X ‘Zen 3’ dan motherboard B550, kami belum memiliki banyak data GPU pembanding.
Berikut pengujian yang akan kami lakukan :
Analisis : Clockspeed, Power & Thermal
Test Performance :Sintetis (3DMark)
Test Performance Gaming 1440p
1440p Gaming
Biasanya kami akan memprioritaskan pengujian GPU high-end pada resolusi 4K (3840×2160) untuk memberikan beban yang berat bagi GPU-nya. Namun pada kali ini sebagian besar pengujian gaming kami akan dilakukan pada resolusi 2560×1440 (1440p), sesuai target resolusi yang ditujukan AMD bagi RX 6700 XT.
Metode Pengujian – Analisis
Untuk melihat karakteristik GPU ini lebih dekat, kami akan melakukan berbagai analisis, seperti melakukan logging Clockspeed / Temperature dengan bantuan beberapa software deteksi seperti GPU-Z dan HWINFO saat GPU sedang di-load. Sebagian besar load-nya sendiri akan menggunakan skenario yang terkontrol seperti benchmark sintetis 3DMark (bagian ‘Stress Test‘), atau bisa juga menggunakan game tertentu.
Metode Pengujian – Performance Test – Sintetis dan Game
Seperti biasa, pengujian benchmark sintetis akan kami lakukan pada berbagai 3DMark test (Fire Strike Ultra, Time Spy Extreme, Port Royal). Sedangkan pengujian game akan menggunakan beberapa game berikut ini:
Pengujian utama kami akan dilakukan pada beberapa game pada 1440p, dan untuk pengujian kemampuan Real-time Ray Tracing, kami menambahkan beberapa pengujian pada resolusi 1080p.
*catatan : saat pengujian ini berlangsung, Cyberpunk 2077 nampak tidak mendukung mode real-time ray tracing pada GPU Radeon, sehingga pengujian ini tidak kami jalankan.
Pada saat pengujian berlangsung, kami tidak terlalu memiliki banyak macam GPU yang sekelas di lab harga sehingga kami hanya menyertakan GeForce RTX 3070 8GB sebagai pembanding.
Case: Tanpa Casing, OpenBenchTable(ambient monitored at 25 C)
OS: Windows 10 64-bit, version 20H2
*Keterangan: Dalam kondisi pengujian game, jika tidak ditulis secara spesifik, kami TIDAK menghidupkan beberapa fitur yang spesifik bagi vendor untuk memastikan perbandingan yang adil. AMD Resizeable BAR (a.k.a “Smart Access Memory”) tidak kami hidupkan secara default walaupun kami akan menyertakan pengujian tambahan untuk melihat efek Resizeable BAR pada beberapa game, lalu NVIDIA DLSS juga tidak kami hidupkan dalam semua pengujian baik test raster, maupun ray tracing.
Kali ini Tim Jagat Review akan menguji salah satu game yang dianggap paling berat saat ini yaitu The Medium. The Medium adalah sebuah game bergenre Horror Garapan BlobberTeam yang cukup dikenal untuk beberapa game horror.
Dan game ini memang menghadirkan visual yang sangat baik, dengan grafis yang tinggi. Selain itu beberapa fitur yang dihadirkan di game ini memang dikenal cukup untuk “menyiksa“ sistem untuk menjalankan game tersebut.
Salah satunya adalah fitur Ray Tracing, yang sebenarnya masih dipertanyakan seberapa jauh fitur tersebut memberikan dampak pada game ini, yang notebene menggunakan view Fixed Camera. Pertanyaan tersebut nantinya akan terjawab pada pengujian kami berikut ini.
Fitur unik lainnya yang hadir di game The Medium, yaitu Dual Reality dimana fitur ini akan memecah layar menjadi dua dan secara teknis akan merender dua scene yang berbeda secara bersamaan.
Kami juga akan menguji fitur DLSS yang digembar-gemborkan oleh Nvidia pada kartu grafis mereka, seberapa besar fitur ini akan “menolong” dalam memproses grafis yang sangat tinggi di game The Medium ini.
Sekedar informasi tambahan, kami juga memasukan minimum specs requirments untuk game The Medium ini, seperti yang dapat kalian lihat di tabel di bawah ini.
Sedangkan untuk test bed yang kami gunakan, antara lain sebagai berikut:
Processor: Ryzen 9 5950X
VGA: Inno 3D RTX 3070 Twin X2 OC
Motherboard: Chipset B550
RAM: 2X 8GB DDR4-3600
Nah, bagi kalian yang sudah penasaran seperti apa pengujian game “berat” The Medium dengan kartu grafis Inno 3D RTX 3070 Twin X2 OC ini, langsung saja simak di video berikut ini.
DLSS – Deep Learning Super Sampling, sudah kenal dengan istilah ini? Atau pernah dengar dan tahu apa efeknya tapi belum tahu apa yang sebenarnya terjadi saat ini dipakai? Mari kita coba mengenal DLSS ini dan melihat sehebat apa fitur dari NVIDIA yang satu ini di game!
DLSS adalah fitur yang dihadirkan oleh Nvidia untuk seri GeForce RTX. Secara sederhana, NVIDIA DLSS ini meningkatkan frame rate ketika bermain game, sehingga kita bisa menikmati game dengan lebih smooth, lebih nyaman.
Bagaimana Nvidia DLSS Bekerja
Agar framerate yang didapatkan bisa lebih tinggi, game akan dirender dengan resolusi yang lebih rendah. Contohnya saja, saat kita main game di 4K dan FHD di setting kualitas tampilan yang sama, framerate di resolusi FHD akan lebih tinggi. Jadi, ini hal paling mendasar yang dilakukan.
Sebagai contoh, di salah satu game yang memanfaatkan DLSS, untuk di resolusi QHD (2560 x 1440 px), game bisa dirender bahkan hingga di resolusi HD saja.
Kemudian, game yang sudah dirender di resolusi lebih rendah ini ditampilkan di resolusi sesuai yang kita pilih. Hal ini umumnya akan membuat tampilan game jadi berantakan kan karena interpolasi. Nah, di sini hebatnya DLSS.
Saat memperbesar tampilan game, DLSS akan menggambar ulang dengan cara khusus yang memungkinkan tampilan game tidak berantakan karena interpolasi tersebut. Hal ini dilakukan dengan dukungan AI.
AI memang tersedia di GeForce RTX karena selain memiliki RT Core untuk real-time ray tracing, GeForce RTX juga memiliki Tensor Core yang memungkinkan akselerasi untuk AI. Sayangnya, saat ini DLSS ini belum tersedia di GeForce GTX karena tidak adanya Tensor Core di GPU lini tersebut.
Hal tersebut membuat kita bisa menikmati game dengan resolusi tinggi, frame rate tinggi, dan kualitas tampilan yang tetap terjaga.
Peningkatan di DLSS 2.0
Sejak DLSS 2.0 diperkenalkan, ada beberapa tingkatan yang bisa dipilih untuk DLSS ini, biasanya disebut sebagai DLSS Quality, Balanced, Performance, dan Ultra Performance dengan perbedaan di resolusi render.
DLSS Quality tentu saja menggunakan resolusi paling tinggi dibandingkan mode lainnya, menjanjikan tampilan terbaik di antara semua mode DLSS yang ada; sementara itu DLSS Ultra Performance tentu saja menggunakan resolusi paling rendah, menjanjikan performa tertinggi, tetapi bisa saja ada penalti ke tampilan.
Awalnya, DLSS ini dirancang untuk membantu game-game dengan ray-tracing agar bisa jalan di framerate yang memadai. Ray-tracing memang terbilang berat, framerate game bisa turun drastis saat ray-tracing aktif. DLSS ini membuat framerate lebih tinggi dengan cara yang kami sebutkan sebelumnya, sehingga game lebih nyaman saat dimainkan.
Namun, DLSS ini berujung tidak hanya digunakan di game-game dengan ray-tracing saja, tapi juga di game-game non-ray-tracing, dengan tujuan mendapatkan framerate tinggi di resolusi tinggi dan kualitas tampilan tinggi.
Contohnya di game Outriders yang kami gunakan kali ini. Game ini memang tidak punya ray-tracing, tapi dengan DLSS, game ini bisa dimainkan dengan lebih nyaman saat kita menggunakan resolusi tinggi dan kualitas tampilan tinggi.
Ke depan, bisa jadi akan makin banyak game mendukung fitur ini, sehingga gamer bisa menikmati game di resolusi lebih tinggi dan/atau framerate lebih tinggi, tanpa perlu mengorbankan kualitas tampilan di game.
Nah, terkait Outriders sendiri, kami telah menguji langsung fitur Nvidia DLSS menggunakan game ini. Bersama dengan Pladidus dari Jagatplay, yang akan menceritakan langsung pengalamannya dalam merasakan fitur Nvidia DLSS ini. Simak video lengkap kami untuk fitur Nvidia DLSS berikut ini.